Nuansa Ramadhan di Berbagai Daerah






Alhamdulillah Ramadhan datang lagi. Bulan suci yang dinanti-nanti oleh umat muslim diseluruh dunia. Saat ini saya menunaikan ibadah puasa Ramadhan dirumah di Paccinongang, Gowa, Sulawesi Selatan,bersama keluarga yaitu istri dan anak anak. Saya sudah menjalani bulan puasa diberbagai daerah dengan suasana yang berbeda beda. Masa kecil saat baru mulai mengenal puasa, saya di Batangase, kemudian di Palattae, Bone, lalu saat masih SMA saya melaksanakan ibadah puasa di desa Bajoe, kota kecil dipesisir pantai teluk Bone, sekitar 20km dari kota Watampone. Saat menjadi mahasiswa, saya menjalani puasa di Tamalanrea dan Minasa Upa di kota Makassar. Juga pernah di Surabaya dan Denpasar. Puasa di luarnegeri saya jalani di Sydney selama dua tahun berturut turut.

Batangase, Maros. Ramadhan disini suasananya tidak jauh berbeda dengan daerah lain di Indonesia. Yang saya ingat hanyalah, adanya kegiatan “nrate’” yaitu kegiatan berzikir yang dilaksanakan dengan duduk melingkar, volume suara besar dan sambil menggelengkan kepala mengucapkan “La Ilaha Illahlah Muhammadarrasulullah” sambil menepuk-nepuk paha. Saya masih anak anak waktu itu, tapi seingat saya, hanya orang-orang tua yang melakukan kegiatan itu dan dilaksanakan setiap selesai shalat Isya atau tarwih.

Di Palattae, Ramadhan sama saja dengan ditempat lain. Yang agak berbeda adalah penggunaan beduk mesjid. Nama masjidnya yaitu Masjid Jami Palattae, terletak dijalan poros kota Palattae. Kalau tidak salah, sekarang namanya sudah berganti dan arsitekturnya juga agak berubah dari bentuk aslinya tahun 1970an dan 1980an. Beduk mesjid yang sudah tua yang diletakkan disudut kanan belakang mesjid akan dipukul bertalu-talu setelah diketahui puasa akan dilaksanakan besok hari. Anak muda termasuk saya waktu itu sering kali ikut serta berpartisipasi memukul beduk. Memukul beduk saat Ramadhan agak berbeda dengan hari lain. Pada bulan Ramadhan, dipukul dengan irama tertentu, dan kadang baru berhenti sesaat sebelum azan dikumandangkan. Shalat tarwih disini sama dengan ditempat lain, jumlah rakaatnya 8 dan shalat witir 3 rakaat.

Lain lagi saat di Bajoe, disini shalat Tarwih dilaksanakan 20 rakaat dan 3 rakaat witir. Selesai shalat witir dilanjutkan dengan shalat Tasbih secara berjamaah. Shalat tasbih ini dilakukan setiap malam selama ramadhan. Terkadang selesai shalat Tasbih waktu sahur tiba. Bisa dikatakan proses ibadah ramadhan dilaksanakan sepanjang malam. Saya masih remaja SMA waktu itu, jadi biasanya saya ikut hanya 8 rakaat saja, dan lanjut di rumah shalat witirnya. Tapi pernah pula saya ikut sampai selesai shalat Tasbih, yaitu saat malam minggu, karena siangnya libur. Yang paling saya suka dan terkesan saat ramadan di Bajoe adalah, saat setelah selesai shalat subuh. Saya dan teman teman biasanya akan jalan kaki ke dermaga, sampai sekitar 2 kilometer kearah laut, sambil menunggu matahari terbit.

Saat kuliah di Universitas Hasanuddin, saya tinggal di Tamalanrea dengan saudara sepupu. Kami biasanya shalat tarwih di masjid Pesantren Modern IMMIM atau di masjid milik TNI AD kavelery. Kedua masjid ini saling berdekatan dan jaraknya mungkin tidak lebih seratus meter. Tapi suasanya berbeda. Kalau di kompleks pesantren IMMIM, seringkali ceramah dan shalat tarwihnya lama, sedangkan di Kaveleri, lebih cepat, mungkin karena kompleks tentara.

Di Surabaya, tahun 1993 saya puasa sampai lebaran Idul Fitri bersama kakak yang sedang menuntut ilmu di ITS, dan tinggal di jalan Manyar Sabrangan, dekat dari kampus ITS. Tidak banyak yang saya ingat, kecuali bahwa seringkali penceramah ramadhan menggunakan bahasa Jawa yang sama sekali tidak kumengerti. Lain lagi di Denpasar (Bali), saya menjalani puasa tahun 2001 disini dan baru pulang ke Makassar menjelang lebaran Idul Fitrih. Karena penduduk kota Denpasar didominasi oleh penganut Hindu, tentu saja tidak terasa ada suasana Ramadhan. Saya tinggal di jalan Sultan Agung, dekat dari lapangan Puputan waktu itu. Tidak ada masjid yang dekat. Sepanjang hari dan malam, tidak pernah terdengar ada suara azan, atau tadarusan di Masjid, karena masjid disana tidak memiliki pengeras suara. Suara azan dan imam masjid hanya terdengar didalam masjid saja. Kalau shalat Jumat, biasanya kami biasanya shalat di masjid dalam kompleks Kodam Udayana, dekat dari lapangan Puputan. Masjid terdekat, ada didekat perkampungan Arab dan juga ada disalah satu jalan, yang saya sudah lupa tempatnya, tapi untuk mencapai masjid ini harus naik angkot (mikrolet) karena cukup jauh. Untungnya karena disini ada beberapa warung Muslim (Jawa) yang biasa menyediakan kue buka puasa atau makanan.

Sydney, Australia. Suasana Ramadhan disini dapat dibaca pada : http://suharman-musa.blogspot.com/2011/08/ramadhan-di-sydney-australia-2002-2004.html

Gambar: wisatanesia.com, cmrudi.blogspot.com, duniapanas.blogspot.com, lostindepok.blogspot.com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Buku Cerdas Sulawesi Selatan, Bunga Rampai Pengetahuan tentang Sulawesi Selatan

Judul:                         Buku Cerdas Sulawesi Selatan Penulis:                       Shaff Muhtamar Penerbit:                     ...

Popular Posts