Alumni Lat Pim 3 Tour ke Yogya

Yogyakarta adalah salah satu daerah tujuan wisata terkemuka di Indonesia. Menurut Biro Pusat Statistik kunjungan wisatawan lokal dan mancanegara ke Yokyakarta selalu meningkat secara signifikan setiap tahunnya. Dari sumber Tribun Jogja, disebutkan oleh Kepala Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Aris Riyanta bahwa jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Yogyakarta selama tahun 2017 adalah sebanyak 397.000 orang dan wisatawan domestik sebanyak  4.700.000 orang.

Selain itu, daerah Istimewa Yogyakarta menyediakan berbagai jenis wisata; wisata kuliner bagi pengunjung yang berminat mencicipi berbagai macam makanan khas Yogyakarta misalnya Gudhek, sate Klathak, makanan Angkringan danlain lain. Wisata sejarah juga sangat terkenal di Yogya, misalnya Kraton Yogyakarta, Kraton Surakarta (Solo), Taman Sari, Candi Borobudur,  Prambanan dan candi kecil kecil lainnya. Bagi yang suka belanja juga ada wisata belanja, terutama Batik di sepanjang jalan Malioboro yang terkenal atau dipasar Beringharjo atau langsung ke pusat penjualan Batik ditempat produksinya. Wisata alam juga banyak diberbagai tempat, seperti Jurang Tembelan, hutan Pinus Mangunan, Puncak Becici, spot foto selfie di bukit Kali Biru dan Pule Payung dan lain lain. 

Dengan berbagai pertimbangan itu group kami, alumni Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III (Lat Pim 3) Angkatan ke-94 tahun 2009 memutuskan untuk berwisata ke Yogyakarta tahun ini (2018) setelah tahun sebelumnya diakhir Desember 2017, juga telah  berwisata ke Bali. Group kami terdiri dari 5 laki laki dan 8 perempuan yang semuanya adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) dari berbagai lembaga pemerintah di Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Sebagian dari kami adalah pejabat dan mantan pejabat struktural setingkat Eselon 2, 3 dan 4, ada juga pejabat fungsional. Meskipun sudah 9 tahun berlalu sejak kami selesai mengikuti diklat PIM 3 tersebut namun kami tetap menjalin tali silaturrahim dan rutin mengadakan pertemuan bulanan serta arisan. Tentu tidak semua alumni Lat Pim Angkatan ke-94/2009 aktif terlibat  dalam pertemuan namun kami semua tetap saling kontak.  

Jumat 6 Juli 2018, masih dini hari saya sudah siap menuju bandara Sultan Hasanuddin, karena pesawat kami dijadwalkan terbang pada sekitar pukul 6 pagi. Shalat subuh saya tunaikan di bandara. Rombongan kami berangkat ke Yogya ketika hari masih agak gelap, lampu lampu di bandara masih menyala semua, dan bus yang membawa kami dari gedung/ruang keberangkatan ke Pesawat Garuda masih menyalakan lampunya. Dengan dress code atasan putih dan bawahan jeans biru, rombongan kami mendarat di Adisutjipto Airport pada sekira pukul 7 pagi dan langsung dijemput oleh Niki, sopir mobil travel yang akan mengantar kami selama 3 hari tour Yogya, yang telah dibooking sebelumnya oleh teman sekaligus tour leader kami Hj. Hastina Dahlan. 

Hari pertama tour, karena mendarat di Yogya masih pagi pagi dan kami tidak sempat sarapan diputuskan untuk cari makan pagi dulu. Sebelumnya kami diantar kehotel Ayola di Jl. Katamso untuk menyimpan koper dan tas, lalu keluar mencari makanan untuk sarapan. Pilihan jatuh pada Sate Klathak pak Pong. Kalau tidak salah alamanya di Jalan Imogiri, masuk wilayah Bantul. Warung satenya ramai dan banyak ruang ruang makan yang lesehan (duduk melantai). Menu utamanya adalah sate, ada juga tongseng dan tengkleng (… teman saya salah menyebutnya menjadi “klenteng” 😀😁 ). Kalau tengkleng ini mirip konro di Makassar. Pesanan kami sebenarnya cukup variatif, sayang karena lama belum dilayani karena ramai pengunjung, akhirnya kami hanya menikmati sate saja. Sate kambing muda dan tusukannya dari terali sepeda J dan potongan daging satenya besar besar dan bumbunya agak hambar menurut saya. Selesai makan, kami melanjutkan wisata kami. 

Tujuan pertama kami yaitu lokasi Jurang Tembelan. Lokasinya di Mangunan, Dlingo juga masih di Bantul. Jurang Tembelan sering dijadikan lokasi foto selfie yang banyak di muncul di Media Sosial, terutama Instagram. Pengelola lokasi wisata ini menyiapkan berbagai wahana untuk pengunjung berfoto dengan latar belakang lembah dan sungai. Pengunjung bisa berdiri di ujung sebuah perahu yang terbuat dari bambu, juga ada teras kecil, ada bentuk hati dan lain lain. Di pintu masuk lokasi, banyak penjual makanan dan suvenir juga jamu herbal khas Yogyakarta. 



Tujuan kami selanjutnya adalah Puncak Becici, yaitu hutan pinus dimana pengunjung bisa melihat kota Yogya dari ketinggian. Semacam area “look out” kalau diluar negeri. Disini juga banyak penjual makanan dan suvenir Yogya. Selanjutnya kami ke hutan pinus Mangunan, masih di daerah Bantul juga. Disini kami rencana shalat Jumat, tapi telat, sehingga hanya menunaikan shalat lohor saja. Hutan pinus disini mirip di Malino (Sulawesi Selatan) tapi di Mangunan ini lebih rapat dan lebih tinggi pohon pinusnya. Setelah puas berfoto ditengah pinus, kami melanjutkan perjalanan. Tujuan selanjutnya adalah pusat Batik, karena teman sudah. Si Niki membawa kami ke Batik Wening di Jalan Godean, Yogyakarta. Yang belanja batik disini hanya ibu ibu saja… 😃😄 .

Hari sudah menjelang senja, sebelum balik ke hotel Ayola, kami singgah makan malam di Warung Bakmi Jowo Mbah Gito yang berlokasi di Jalan Nyi Ageng Nis No. 9, Rejowinangun, Kotagede. Pengunjung warung cukup ramai, dan suasanya seperti rasanya berada dirumah Tarzan! J semua serba kayu dan dan bambu, sangat klasik. Konon dulunya adalah lokasi kandang sapi yang disulap jadi warung, dan tentu saja tidak ada bau kandang sama sekali. Menu utama disini adalah Bakmi Jawa, selain itu ada juga soto dan menu lainnya. Ada juga teh rempah yang ada kayu secang, serai, cengkeh dan rempah lainnya, cukup nikmat. Menggunakan gula batu, dan terlalu manis kalau semua gula batunya dibiarkan larut, jadi sebaiknya, keluarkan gula batunya sebagian sebelum larut, karena kalau terlalu manis, bisa mengurangi khasiat rempahnya. Balik ke hotel, mandi dan istirahat, namun masih ada juga teman yang keluar ke Malioboro. Saya lebih memilih tidur. 

Hari kedua wisata, pagi pagi rombongan kami sudah siap di hotel dengan pakaian seragam, serba biru. Sebelum berangkat, seperti biasa rutinitas berfoto foto di halaman hotel yang asri dan sejuk dengan rumputnya yang hijau dan kolam kolam yang indah. Hari ini kami menuju ke Bukit Wisata Pule Payung. Lokasi wisata alam ini di kabupaten Kulon Progo, tepatnya di dusun Saropati, desa Hargotirto, kecamatan Kokak. Sebenarnya wisata alam ini masih baru, lebih dulu terkenal adalah Kali Biru. Pule Payung dan Kali Biru ini menyuguhkan pemadangan yang sama yaitu perbukitan Menoreh dan waduk Sermo sebagai latar belakangnya. Perjalanan ke bukit wisata Pule Payung ditempuh sekitar satu setengah jam. Sebelum mendaki, pengunjung yang naik bus harus turun di jalan poros dan kemudian melanjutkan dengan naik ojek motor atau naik mobil jeep. Mobil pribadi yang kecil juga bisa naik langsung ke Bukit Wisata Pule Payung, tapi mesti hati hati karena tanjakan curam dan jalanan sempit. 

Sesampai di bukit wisata Pule Payung, setelah membeli karcis tanda masuk, pengunjung diarahkan kekanan melalui jembatan bambu lalu akan melewati pendopo dimana disuguhkan musik tradisional Jawa, musik gamelan dan penyanyinya. Alunan musik gamelan ini terdengar sampai ke lokasi wahana Pule Payung. Di dalam lokasi wisata ini, ada banyak wahana yang bisa dicoba oleh pengunjung. Setiap wahana yang akan digunakan berfoto, mesti beli karcis lagi. Ada wahana Lollipop, sepeda di udara, jembatan, dan teras yang cukup luas untuk menampung pengunjung. Pemandangan disini benar benar indah. Semua ingin berfoto sebanyak banyaknya, sehingga kadang ada pengunjung yang mesti menunggu lama baru dapat giliran. Pengunjung tidak perlu khawatir soal foto karena setiap wahana menyiapkan fotografer masing masing. Sayangnya hasil foto yang dikasi di pintu keluar, filenya kecil sekali sehingga hanya bagus dibuka di handphone, kalau di laptop atau komputer, kebanyakan foto foto itu pecah saat dizoom. 

Dari bukit wisata Pule Payung, rencana kami ke Surakarta (Solo), namun karena kemacetan yang cukup menghambat kelancaran perjalanan, akhirnya kami batal ke Solo. Kami hanya singgah makan siang di Gudheg Yu Djum disekitar bandara Adisucipto. Disini menu utamanya ya, gudheg khas Yogya, namun bagi saya, gudhegny terlalu manis. Tersedia juga menu lain, dan pengunjungnya cukup ramai. Bahkan ada kru salah satu maskapai turut singgah membeli gudheg. Yang menarik di warung Gudheg Yu Djum ini, ada life music yang merupakan musik akustik. Teman kami sempat ikut menyanyi dan berjoget disini. Karena batal ke Solo, kami kemudian berbalik ke kota Yogya, sayang macet lagi. Kata si Niki, kemacetan disebabkan karena hari itu adalah pendaftaran mahasiswa baru jalur mandiri. Rencana berkunjung ke Taman Lampion tapi sesampai disitu, ternyata lebih cocok bagi anak anak karena banyak lampion berbentuk angry birds disekitar taman. Pulang ke kota Yogya, sempat singgah di Alun Alun utara kraton menikmati sepeda ontel berbentuk mobil VW Kodok (Volkswagen) keliling Alun Alun. Sepulang di Hotel, mandi dan istirahat, lalu menonton laga sepakbola piala Dunia babak semi final di resto hotel. 

Hari ketiga atau hari terakhir kami di Yogya sebelum  balik ke Makassar. Hari ketiga, kali ini seragam batik, dan kebetulah di halaman hotel lagi ditata persiapan pesta perkawinan di taman, jadi obyek foto foto  kami sebelum berangkat. Tujuan kami yang pertama adalah Taman Sari yang ada dikompleks Kraton Yogyakarta. Taman Sari ini adalah tempat permandian khusus keluarga raja Yogya jaman dulu. Dari Taman Sari, kami ke Resto Je-Jamuran untuk makan siang. Diresto ini, berbagai macam menu yang diuguhkan semua terbuat atau berbahan jamur. Ada sate jamur, telur dadar jamur, capcay jamur dan lain lain. Didepan resto juga pengunjung bisa menyaksikan display berbagai macam jenis jamur dan tata cara penanamannya. Sore hari kami ke Malioboro dan pasar Beringharjo untuk beli batik dan oleh oleh lainnya. Menjelang senja, kami menuju bandara, dan singgah di toko penjual cemilan khas Yogya. Dan kemudian masuk ke bandara menunggu beberapa saat dan akhirnya pesawat kami meninggalkan bandara Adisutjipto sekitar pukul 8 malam. Sungguh 3 hari di Yogyakarta yang tak terlupakan…. 


Tentang Taman Sari, saya pernah tulis di Blog saya juga : 
https://suharman-musa.blogspot.com/2013/12/taman-sari-yogyakarta.html

Tentang kuliner Yogyakarta juga pernah saya tulis:  
 https://suharman-musa.blogspot.com/2013/12/wisata-kuliner-yogyakarta.html

Hal lain yang berhubungan dengan Yogyakarta yang pernah saya tulis yaitu:



Piala Dunia 1938



80 tahun lalu, tepatnya tahun 1938 Indonesia menjadi negara Asia pertama yang turut serta dalam putaran final Piala Dunia Sepakbola, di Prancis. Meskipun pada saat itu belum menggunakan nama “Indonesia” tetapi “Dutch East Indies” atau Hindia Belanda, namun AFC sebagai organisasi Sepakbola Asia tetap mengakui prestasi tersebut untuk Indonesia. Para pemain Indonesia waktu itu sebagian besar tetap pribumi, sedikit keturunan Tionghoa dan sedikit keturunan Belanda. Nama pemainnya yaitu Bing Mo Heng (Penjaga Gawang), Herman Zommers, Frans Meeng, Isaac Pattiwael, Frans Pede Hukom, Hans Taihattu, Pan Hong Tjien, Jack Sammuels, Suwarte Soedarmandji, Anwar Sutan dan sebagai kapten timnya adalah Achmad Nawir.







Yang menarik adalah bahwa kapten Tim Indonesia, Achmad Nawir waktu itu menggunakan kacamata saat berlaga dilapangan, dan konon dialah orang terakhir kedua yang dibolehkan menggunakan kacamata dilapangan oleh FIFA. Yang menarik lagi adalah bahwa kapten Tim Indonesia dan Kapten Tim Hungaria keduanya adalah juga berprofesi sebagai dokter.

5 Juni 1938, di Stade Velodrome municipale, Reims (stadium Sepakbola kota Reims) Prancis, Indonesia dengan jersey warna Oranye berlaga melawan tim kuat Hungaria. Pertandingan yang disaksikan sekitar 9000 penonton dan tim Indonesia langsung kalah 0-6. Kekalahan itu dapat dimaklumi waktu itu karena tim Hungaria adalah tim tangguh dan mampu menjadi juara 2 (runner up) waktu itu setelah kalah dari tim Italia di Final. Kekalahan dari Hungaria membuat tim Indonesia harus pulang, dan FIFA mencatat record sebagai tim yang paling kurang memainkan pertandingan di Piala Dunia yaitu hanya 1 kali dan tim yang paling sedikit mencetak gol yaitu 0.

Sebenarnya Indonesia kembali hampir saja ikut lagi ke putaran final Piala Dunia 1958, setelah mengalahkan China (Tiongkok) pada babak kualifikasi. Sayang, pada babak selanjutnya Indonesia mundur karena harus melawan Tim Israel. Sekarang sudah 80 tahun berlalu, dan entah kapan Indonesia bisa berkiprah lagi diajang Piala Dunia.....

(Diolah dari berbagai sumber. Foto: theAFC.com)



Takalar Kini dan Esok, Paradigma Baru Bupati Zainal

Buku : Takalar Kini & Esok, Paradigma Baru Bupati Zainal Editor : Andi Wanua Tangke dan Usman Nukma Penerbit : Pustaka Refleksi Te...

Popular Posts