Kumpulan Cerita Rakyat Massenrempulu




Buku : La’bo Balida, Cerita Rakyat Massenrempulu

Penulis : Arham dkk.

Penerbit : Pustaka Refleksi

Tempat : Makassar

Tahun : 2009

Jumlah Halaman : vi + 61

Ukuran : 14,8 x 21,6 cm

ISBN : 979-9673-23-6

Sulawesi Selatan termasuk salah satu provinsi di Indonesia yang kaya akan tradisi lisan. Folklore atau cerita rakyat cukup dikenal luas di tengah tengah masyarakat Sulawesi Selatan, termasuk masyarakat Massenrempulu yang ada di kabupaten Enrekang. Masyarakat Massenrempulu berusaha melestarikan cerita rakyat yang sudah ada sejak ratusan tahun silam, yaitu dengan mengumpulkannya dalam bentuk buku ini.

Buku ini diterbitkan dalam rangka upaya pelestarian cerita rakyat Massenrempulu, yang dilaksanakan oleh sekelompok anak muda dan mahasiswa yang tergabung dalam organisasi HPMM (Himpunan Pelajar Mahasiswa Massenrempulu). Para mahasiswa ini, mewawancarai para tokoh masyarakat atau masyarakat biasa yang punya atau bisa mengisahkan suatu cerita rakyat Massenrempulu.

Dari hasil penelitian dan wawancara tersebut terkumpul sebanyak 24 cerita rakyat Massenrempulu, yang direkam lalu kemudian di terbitkan dalam bentuk buku. Buku cerita rakyat ini tentu akan menambah khazanah folklore masyarakat Enrekang dan dapat memudahkan upaya pelestarian tradisi lisan kepada generasi muda.

Adapun ke 14 Cerita Rakyat dalam buku ini adalah :

·         Ca’dodong

·         Bellang Langi

·         Buttu Kabobong

·         La’bo Balida

·         Beristrikan Daun Pacar

·         Tumaling Pemberani dari Tuara

·         Ceba Kalasi

·         Tomanurung di Maiwa

·         Jarum

·         Dua Bersaudara Menjadi Batu

·         “Jalan Pintas” Lajana

·         Buntu Mataran dan Kutu

·         To Bu’tu ri Tallang

·         Ulat Berbulu

Pada bagian akhir buku, ada lampiran yang menguraikan nama nama para pengumpul (pewanwancara), informan (orang yang bercerita), pekerjaan informan, dan alamat informan. Juga ditampilkan biografi ringkas 7 orang anak muda pengumpul cerita dari rakyat Massenrempulu. Sayangnya karena buku ini tanpa ada satupun illustrasi yang dapat membantu membangun imajinasi para pembaca buku cerita ini.

Buku koleksi Layanan Perpustakaan Abdurrasyid Dg. Lurang, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Sulawesi Selatan.



   

Passomba Tedong, Upacara Keselamatan Masyarakat Toraja


Buku : Passomba Tedong, Upacara Keselamatan Masyarakat Toaraja

Penulis : Moses Eppang, B.A., dkk (Arie Sumaidi, Sampe Bungin, L. Tiranda)

Penerbit : Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Tempat: Jakarta

Tahun : 1990

Jumlah Halaman : 177

Ukuran : 16 x 21 cm

ISBN : -

Buku ini adalah salah satu hasil pengkajian budaya Toraja yang dilaksanakan oleh Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara, yang dibawahi oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Passomba Tedong adalah salah satu tradisi budaya yang ada di Toraja,Sulawesi Selatan.  Maksud penerbitan buku ini adalah untuk memperkenalkan budaya Toraja kepada masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan bahasa yang terus berkembang pada masing masing suku atau etnis.

Passomba Tedong adalah tradisi suku Toraja yaitu semacam Hymne atau nyanyian pengiring upacara syukuran, yaitu pada Upacara Maqbuaq dan Merok yang diperuntukkan untuk Puang Matua, Ilah Ilah, dan Dewata. Biasanya pada upacara tersebut, masyarakat Toraja mengorbankan seekor Kerbau muda hitam yang berbadan gemuk. Hymne Passomba Tedong ini banyak mengandung nilai nilai kemanusiaan, nilai religi, persatuan, musyawarah mufakat, gotong royong, kasih sayang, masa depan, sastra, kepemimpinan dan lain lain.

Buku ini terdiri dari 3 bagian, diawali dengan Pengantar, Daftar Isi, Pendahuluan. Kemudian pada Bagian pertama dibahas Transkripsi Massomba Tedong, yang terdiri dari Pengantar dan Transkripsi. Pada bagian ini, Tim Peneliti mewawancarai Pembahan (istilah yang digunakan dalam buku ini, yang dimaksud adalah Narasumber). Tim Peneliti merekam dalam bentuk kaset dan kemudian mentranskripsi dari bahasa lisan ke tulisan. 

Bagan kedua membahas Terjemahan dalam Bahasa Indonesia yang terdiri dari Pengantar, Terjemahan dan Diaglosia. Dijelaskan bahwa bahasa yang digunakan dalam lirik Passomba Tedong ini merupakan bahasa tinggi yang tidak lazim digunakan dalam percakapan sehari hari orang Toraja. Sebagian kata kata yang digunakan sulit dicari padanan katanya dalam bahasa Indonesia.

Pada bagian terakhir dibahas Latar Belakang Isi atau analisa Massomba Tedong, yang membahas unsur unsur yang terkandung dalam lirik, sumbangan dalam pengembangan kebudayaan nasional serta dilengkapi dengan Kesimpulan dan Saran.

Buku ini dilengkapi dengan Lampiran yang memuat peta Sulawesi Selatan, Peta Kabupaten Tana Toraja, Daftar Informan, dan Daftar Pustaka. 

Buku Koleksi Perpustakaan Abdurrasyid Daeng Lurang, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Sulawesi Selatan.

 


Pembauran di Makassar




Buku : Pembauran di Makassar (Agenda yang Tertinggal)

Editor : Andhy Pallawa & Asfat Azis

Penerbit : Global Publishing

Tempat : Makassar

Tahun : 2003

Jumlah Halaman : xxvi + 221

Ukuran : 16 x 20,6 cm

ISBN : 979-96946-1-2

Buku ini merupakan kumpulan karya tulis para akademisi, pemuka agama, ilmuwan, dan tokoh masyarakat lainnya yang semua membahas tentang Pembauran. Pembauran atau sering juga disebut Asimilasi yang terjadi khususnya di kota Makassar.

Pada kata Pengantarnya, Pembauran disebutkan memiliki banyak multi tafsir sehingga perlu kearifan tertentu untuk dapat memahaminya. Secara umum, pembauran adalah proses interaksi budaya yang melibatkan semua elemen masyarakat tanpa kecuali. Namun secara khusus pada Tap MPR No. IV/MPR/1978 menyebutkan definisi Pembauran sebagai “masuk dan diterimanya seorang dari keturunan Tionghoa selaku bangsa Indonesia sebagai warga yang menyatu sedemikian rupa sehingga ciri ciri khas golongannya tidak ada lagi.”

Buku ini hanya terdiri dari 2 bagian. Diawali dengan Pengantar Penerbit, Catatan dari Editor (Penyunting) yang berjudul “Pembauran, Upaya Meretas Akar Purbasangka”, juga ada Sambutan Walikota Makassar waktu itu H.B. Amiruddin Maula. Juga ada Prolog berjudul “Dari Pembauran ke Integrasi Bangsa” yang ditulis oleh Drs. Anton Obey.

Bagian pertama membahas “Etnis Tionghoa dan Pluralitas Makassar (Ikhtiar Membngun Kebersamaan)” . Bagian ini membahas sejarah Pluralitas di kerajaan Tallo ketika Islam di jadikan agama resmi kerajaan pada tahun 1607 namun pemeluk agama lain terutama para pedagang Inggris, Belanda, Tionghoa, dan  Portugis tetap diberi kebebasan menjalankan kegiatan keagamaan mereka masing masing. Pada bagian pertama ini juga dibahas tentang sejarah Etnis Tionghoa di Makassar.

Pada Bagian kedua berjudul “Bunga Rampai Pembauran” yang berisi kumpulan tulisan para pakar tentang Pembauran khususnya di Makassar. Adapun tulisan tersebut adalah ;

1.      Urgensi Pembauran Dalam Masyarakat Makassar yang Majemuk  (Dr. H. Harifuddin Cawidu)

2.      Meniti Keserasian Sosial Etnis di Makassar (Drs. M. Darwis, M.A., DSP)

3.      Pembauran dalam Persfektif Sejarah Makassar (Dr. Edward L. Poelinggomang)

4.      Komunikasi Sebagai Kunci Pembauran (Prof. Dr. H. Andi Muis, S.H.)

5.      Pembauran di Makassar dalam Dimensi Budaya (Drs. Shaifuddin Bahrum)

6.      Dimensi Pendidikan dan Psikologi dalam Proses Pembauran (Prof. Dr. Soetinah Soewondo)

7.      Aspek Aspek Politik dari Proses Pembauran (Dra. Nurcahaya Tandang Assegaf, SMHK)

8.      Aspek Budaya Lokal dalam Berkomunikasi, Sebuah Tinjauan Filosofis Atas Konsep Pembauran (Drs. Ishak Ngeljaratan, M.A.)

9.      Pembauran Ditilik dari Aspek Hukum (Prof. Dr. Rusly Effendy, S.H.)

10.  Pembauran Ditinjau dari Sudut Pandang HAM (Dr.Iswanto, S.H., M.H.)

11.  Integrasi: Kembali ke Bhinneka Tunggal Ika; Sebuah Tinjauan Sosiologis Atas Pembauran (Prof. Dr. H. Arifin Sallatang)

12.  Pembauran dalam Persfektif Ekonomi (Drs. Taslim Arifin, M.A.)

13.  Bagaimana Islam Memandang Pembauran? (Drs. AG. Nasruddin Rasak)

14.  Pandangan Ajaran Katolik tentang Pembauran (Drs. Simon Petrus)

15.  Pembauran Dalam Persfektif Iman Protestan (Pdt. Musa Salusu)

16.  Pembauran Menurut Ajaran  Hindu (Komang Mahawira, S.H., M.H.)

17.  Pembauran Dalam Pandangan Ajaran Buddha (Hasdy, S.Si)

18.  Pembauran Dalam Tinjauan Kemasyarakatan (Drs. KH. Muhammad Achmad)

EPILOG : Menangkal Primordialisme Sebagai Basis Persatuan (DR. Andi Jaya Sose, S.E., MBA)

 

Buku ini diakhiri dengan Biodata para penulis yang menyumbangkan tulisannya dalam buku ini.

Buku Koleksi Perpustakaan Abdurrasyid Daeng Lurang, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Sulawesi Selatan.




Wisata Selayar : Meriam dan Jangkar Kuno




Kabupaten Kepulauan Selayar memiliki banyak lokasi tujuan wisata, baik wisata alam, wisata sejarah dan budaya, maupun wisata kuliner. Dua tempat wisata sejarah di Tanahdoang (sebutan untuk pulau Selayar) pernah saya tulis di Bengkel Narasi, yaitu Kampung Gantarang Lalang Bata dan Gong Nekara di Kampung Padang. Satu lagi daerah tujuan wisata sejarah di Selayar adalah tempat Meriam Kuno dan Jangkar Raksasa yang juga di kampung Padang. Keberadaan meriam kuno dan jangkar raksasa ini membuktikan  akan kejayaan dunia maritim dan pelayaran masyarakat Selayar dimasa lampau.

Menurut catatan sejarah, dimasa lalu, dari abad pertengahan sampai abad ke-18 Pulau Selayar menjadi salah satu jalur perniagaan di Nusantara. Kapal kapal dagang dari berbagai daerah dan negara, sering kali singgah di Selayar, ketika pergi atau  pulang dari pulau pulau lain di timur Nusantara. Bukan hanya pelaut Bugis dan Makassar yang lalu lalang di perairan Selayar, namun juga dari Jawa dan Sumatra bahkan dari Cina dan tempat lainnya.

Lalu, darimana datangnya meriam kuno dan jangkar raksasa itu? Pada dinding gedung tempat penyimpanan Jangkar dan meriam itu terpasang sejarah kedua benda tersebut. Tertulis diposter di dinding tersebut bahwa, jangkar dan meriam tersebut adalah peninggalan Baba Desan, seorang saudagar keturunan Tionghoa dari Gowa yang sering berkungjung dan singgah di pulau Selayar untuk berdagang. Selain berdagang, Baba Desan dan anak buah kapalnya selalu mencari parairan baru yang dapat dijadikan lahan pencarian hasil laut seperti ikan, kerang, cumi, kepiting, teripang dan lain lain. Alasan lain, banyak kapal yang singgah di Selayar biasanya untuk mengambil air tawar dan persediaan makanan lainnya, juga kadang singgah pada saat cuaca tidak bersahabat untuk berlayar.

Meriam kuno dan jangkar raksasa tersebut dulunya berada di kapal Baba Desan. Pada masa itu perairan di Nusantara tidak selalu aman, kadang banyak perompak kapal ditengah perjalanan. Baba Desan melengkapi kapalnya dengan senjata, panah, tombak dan meriam.  Senjata senjata itu dimaksudkan untuk mempertahankan diri dari serangan para bajak laut atau perompak.

Baba Desan kemudian menjadikan kampung Padang sebagai tempat menampung semua hasil tangkapannya dari laut. Penduduk dari pedalaman Selayar, biasanya akan datang ke kampung Padang untuk tukar menukar hasil pertanian dengan hasil laut. Lama kelamaan, kampung Padang semakin ramai. Bahkan banyak pedagang dari Sumatra seperti daerah Minangkabau yang sering singgah dan menetap di kampung Padang. Akhirnya para pendatang ini menetap dan kawin mawin dengan penduduk setempat maupun dengan sesama pendatang.

Konon kabarnya, kapal Baba Desan semakin tua dan akhirnya rusak dan tak mampu lagi diperbaiki. Akhirnya ditinggalkanlah kapal tersebut begitu saja di perairan Selayar. Penduduk setempat kemudian mengambil Jangkar dan Meriamnya untuk di simpan sebagai bukti bahwa dulu pernah singgah sebuah kapal besar di kepulauan Selayar.

Bila anda berkunjung ke Selayar, jangan lupa ke kampung Padang melihat dan menyaksikan Gong Nekara, Meriam kuno dan Jangkar raksasa peninggalan kapal Baba Desan.




Mata Air Peradaban, Memoerial Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo)



Buku : Mata Air Peradaban (Memorial Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo)

Penulis : Asdar Muis RMS (Ketua Tim)

Penerbit : Citra Pustaka Yogyakarta bekerjasama dengan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan

Tempat : Yogyakarta

Tahun : 2012

Ukuran : 15 x 21 cm

Jumlah Halaman : xxxii + 308

ISBN : 978-602-99724-2-9

Syahrul Yasin Limpo, mantan Gubernur Sulawesi Selatan selama 2 periode dan sekarang menjabat sebagai Menteri Pertanian pada Kabinet Indonesia Maju 2019-2024. Di Sulawesi Selatan yang pernah dipimpinnya, cukup banyak buku yang membahas tentang beliau. Juga banyak koleksi buku yang ditulis sendiri oleh  SYL (panggilan akrab beliau) di berbagai perpustakaan baik di provinsi maupun di kabupaten kota.

Sampul Belakang


Buku ini adalah salah satu buku yang diterbitkan dan diprakarsai oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan dalam rangka peringatan hari lahir ke-57 SYL yang lahir pada 16 Maret 1955. Tim penulis diketuai oleh Asdar Muis RMS dengan anggota : Muhammad Irham, Fachruddin Palapa, Maxi Wolor, Ahmad Saransi,  Andi Aco Zulsafri, dan Irma Yanti.

Diawali dengan pengantar dari Ketua Tim Penulis, Asdar Muis RMS, kemudian pengantar dari Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan, Drs. Ama Saing, pengantar dari SYL sendiri dan juga dari Prof. Dr. Andi Ima Kesuma.

SYL bersama istri 

Terdiri dari 4 bagian, dimana bagian pertama berjudul Jejak Sang Penanda Sejarah yang merupakan testimoni orang orang dekat SYL serta perjalanan hidup dan karir beliau di pemerintahan, mulai dari lurah, camat, bupati sampai menjadi gubernur. Pada bagian ini ada tulisan dari Agus Arifin Nu’man, wakil beliau selama 2 periode memimpin Sulsel, juga ada dari Azikin Soltan, M. Dahlan Abubakar, Suprapto Budi Santoso, Jufri Rahman, Agus Sumantri, Adi Surya Culla, Ahyar Anwar, Bahar Merdhu, Sawedi Muhammad, dan N. Ikawidjaja.

Selanjutnya ada bagian tentang Gairah Kinerja Ekonomi, Pembangunan Fisik yang tak Terlupakan, dan Pengakuan Terbaik. Pada bagian kedua “Gairah Kinerja Ekonomi” membahas berbagai keberhasilan SYL dalam membangun Sulawesi Selatan di bidang ekonomi. Sedangkan bagian ketiga, “Fisik Tak Terlupakan” lebih menekankan pada keberhasilan pembangunan sarana dan prasarana infrastruktur di Sulawesi Selatan. Sementara pada bagian terakhir, adalah berbagai pengakuan tentang keberhasilan beliau dalam memimpin Sulawesi Selatan.

Foto Dokumentasi Kegiatan SYL

Selama periode pertama kepemimpinannya bersama Agus Arifin Nu’mang, dari 2008 - Desember 2011 beliau menerima 105 penghargaan, baik dari Presiden, Menteri, dan lembaga lainnya. Hanya dalam waktu 3 tahun kepemimpinan beliau, penerimaan 105 penghargaan masuk dalam Museum Rekord Indonesia sebagai Gubernur dengan penghargaan terbanyak di Indonesia. Tahun 2011 beliau menerima pengahargaan Satya Lencana Karya Bhakti, sebuah penghargaan atas kinerja pemerintahan yang dianggap sangat memuaskan dari pemerintah pusat. Agustus 2011, SYL dianugerahi Bintang Maha Putra Utama dari pemerintah pusat sebagai tokoh sipil yang sangat berjasa kepada negara. SYL juga pernah menjadi “Gubernur para Gubernur” istilah yang diberikan kepada SYL saat terpilih sebagai Ketua Umum Assosiasi Pemerintahan Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) dalam Musyawarah Nasional (Munas) ke-4 di Semarang pada 9 Desember 2011.

Bagian terakhir dihiasi dengan foto foto dokumentasi berwarna berbagai kegiatan SYL, saat menerima tamu dari luarnegeri, meresmikan suatu proyek, saat menerima penghargaan dan juga foto keluarga beliau.




Buku Cerdas Sulawesi Selatan, Bunga Rampai Pengetahuan tentang Sulawesi Selatan

Judul:                         Buku Cerdas Sulawesi Selatan Penulis:                       Shaff Muhtamar Penerbit:                     ...

Popular Posts