Tradisi Mudik Lebaran

Mudik atau kembalikekampung untuk merayakan hari raya Idul Fitrih atau Idul Adha bersamakeluarga, kerabat dan handai tolan adalah suatu tradisi oleh masyarakatIndonesia pada umumnya, dan umat Muslim pada khususnya. Setiap kali hari raya,maka orang orang yang tinggal dikota yang memang asalnya dari kampung halamanmasing masing. Ada yang ke ibukota kabupaten (kota), kecamatan atau desa ataubahkan kedusun dusun terpencil yang tidak ada listriknya. Adapun orang orangyang memang lahir dan besar dikota mungkin akan tetap nyaman berlebaran dikota.
Peristiwa mudik diMakassar mungkin tidak seheboh mudik dari dan ke kota kota di Jawa. Saya inginberbagi pengalaman mudik yang saya lakukan tiap tahun dari Makassar ke Palattaedan Cenranae. Palattae ke Cenrana hanya berjarak 2 – 3 km saja. Makassar –Palattae berjarak ±250 km kalau lewat jalur selatan melewati beberapakabupaten. Jaraknya lebih pendek yaitu sekitar ±220an km kalau melewati jalurutara melewati pegunungan dan tepian jurang dan lembah di Camba, kabupatenMaros dengan kondisi jalan berliku dan agak sempit. Pada tahun 1970an sampaiawal 1980an, hanya jalur selatan yang digunakan untuk mudik dengan menggunakanbus, dan perjalanan bisa sampai lebih dari 12 jam. Mulai pertengahan 1980an,bus tidak lagi digunakan untuk ke Makassar, tapi lebih banyak type mobilkeluarga semacam Kijang, atau Panther, karena harus melewati tepian jurang dan pegununganserta jalanan berkelok-kelok.
Mobil mobil angkutanini tidak menggunakan karcis, cukup pesan ke sopir kapan kita berangkat ataulangsung datang ke terminal. Pada saat bukan musim mudik lebaran, kami(penumpang) masih sedikit bisa menikmati perjalanan dengan pemandangan yangindah. Kadang juga tidak banyak penumpang, dan tidak berdesak desakan. Tapisaat mudik lebaran tiba, rasa nyaman itu hilang. Penumpang berdesakan, penuhsesak. Mobil angkutan yang seharusnya hanya menampung 7 penumpang, bisadijejali sampai 10, 11 atau 12 penumpang. Dua baris tempat duduk penumpangdibelakang selalu diisi masing masing 4 orang. Belum lagi barang penumpang yangterkadang meluber sampai ke tempat pijakan kaki.
Penumpang yangmuntah karena pusing saat melewati jalanan berliku adalah hal biasa terjadi.Pernah kejadian saat pulang mudik beberapa tahun lalu, 5 diantara 11 penumpang(termasuk anak anak dan remaja) muntah secara bergantian. Terpaksa sopirmenghentikan mobil saat di Mesjid yang ada sumurnya untuk bersih bersih.Padahal perjalanan masih lebih 100km lagi. Mobil singgah hanya satu kalidisebuah rumah makin dikaki bukit didaerah Camba. Tapi kalau bulan puasaterkadang tidak berhenti sama sekali. Kalau sudah tiba dikampung halaman, badanpegal pegal, capek dan lelah. Perjalanan mudik tahunan ini sebenarnya menyiksa,tapi kalau dipikir, hanya sekali setahun dan rasa kangen sama keluarga, kerabatdan tetangga di kampung, semua itu diabaikan saja. Saya menerima saja apaadanya, kondisi transportasi negeri tercinta. Peristiwa balik keMakassar, jauh lebih menyiksa lagi. Barang bawaan penumpang jauh lebih banyak.Banyak yang membawa beras terkadang sampai dua atau tiga karung, pisang satutandan, kelapa puluhan biji. Tidak ada kebijakan yang membatasi barang bawaanpenumpang seperti penumpang pesawat. Selama masih ada tempat di mobil, biardiatapnya, naikan saja! Belum lagi kalau ada penumpang lain yang membawa barangberbau menusuk seperti ikan kering, hasil laut yang dikeringkan, durianwah….bisa semakin banyak yang pusing dan akhirnya terkadang ada penumpang yang muntahdalam perjalanan. Biasanya jarang ada penumpang yang protes. Karena susah dapatmobil lain kalau musim mudik tiba. Dan entah sampai kapan peristiwa mudik yangmenyiksa itu akan berakhir? Mari kita tanyakan ke Pemerintah. Sumber Gambar: Suaramerdeka.com, antaraphoto.com, tribunnews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Takalar Kini dan Esok, Paradigma Baru Bupati Zainal

Buku : Takalar Kini & Esok, Paradigma Baru Bupati Zainal Editor : Andi Wanua Tangke dan Usman Nukma Penerbit : Pustaka Refleksi Te...

Popular Posts