Pagi pagi saat berangkat ke kantor, di Jl. Bonto Tangnga, Pao Pao jalanan ditutup dengan palang disertai tulisan besar “ADA PESTA” ditengah tengahnya. Bukan hanya satu lajur, tetapi ditutup total. Hanya pejalan kaki yang bisa lewat. Terpaksa saya dan pengguna jalan lainnya, motor, mobil, bentor semua berbelok arah melewati jalan sempit yang rusak parah diperumahan Pao Pao Permai. Jalanan diperumahan tidak diaspal, tidak dibeton, tidak dipaving, hanya tanah berlumpur dan berdebu, dan pasir bangunan dipinggir selokan. Belum lagi banyak yang berlubang dan digenangi air berwarna kekuning-kuningan. Untungnya, masih pagi pagi jadi tidak terlalu macet.
Pelaksanaan pesta perkawinan di daerah ini banyak yang dilaksanakan ditengah tengah jalan, dengan terlebih dulu meminta izin ke kepolisian dan RT setempat. Mereka tidak menyewa gedung dengan alasan biaya yang mahal. Yang menjadi pertanyaan, mengapa pihak kepolisian begitu mudah memberi izin kepada penduduk untuk menutup jalan? Seharusnya dipertimbangkan, apakah ada jalan alternative lain yang kondisinya baik dan tidak sempit. Penutupan jalan, bukan hanya untuk pesta perkawinan, tetapi juga sunatan (khitanan), syukuran, Aqiqah anak, takziah, bahkan nonton bola bersama saat piala dunia. Jalanan yang ditutup juga bukan hanya jalanan perumahan, bahkan jalan protokol pun bisa ditutup satu lajur. Jalanan seakan akan boleh ditutup kapan pun dan dimanapun. Orang yang punya hajatan, juga tidak pernah meminta maaf kepada pengguna jalan karena jalanan ditutup. Seharusnya, ada tulisan “Jalan ditutup sampai tanggal…. Karena ada pesta perkawinan. Mohon maaf atas ketidaknyaman anda”. Kalau ada tulisan begini, mungkin pengguna jalan cukup mengerti. Tapi kalau hanya tulisan “ADA PESTA” atau tidak ada tulisan sama sekali, bisa bisa para pengguna jalan yang merasa terganggu akan menyumpahi orang yang punya hajatan. Lebih bagus lagi, kalau sehari sebelumnya, orang yang punya hajatan membuat tulisan besar diujung jalan, misalnya “Mohon maaf, besok tanggal …. Jalanan ini akan ditutup selama satu hari”. Dengan demikian, kita bisa mencari jalan alternatif sejak dari rumah. Kadang kadang, ada yang menutup jalan sampai 3 hari tanpa adanya permintaan maaf dan pemberitahuan sebelumnya. Seharusnya pemerintah melarang penutupan jalan untuk kepentingan pesta atau acara lainnya. Bisa juga izin penutupan jalan diperketat oleh pihak kepolisian. Mengapa orang orang yang menutup jalan itu begitu susah untuk menulis permintaan maaf? Mengapa begitu mudah mereka menutup jalan? Ataukah kita memang sudah sangat apatis dengan kepentingan orang banyak disekitar kita? Entahlah….
"Nawanawa" dalam bahasa Bugis yang artinya "isi pikiran, curahan hati, apa saja yang ada dalam benak, keadaan bathin dan perasaan......". Isi blog ini adalah apa saja yang ada didalam pemikiran saya, berbagai pengalaman saat melakukan perjalanan, hal hal kecil dalam kehidupan sehari hari. Ada juga beberapa artikel saya terjemahkan dari artikel berbahasa Inggris. "I write because I don't know what I think until I read what I say" -Flannery O'Connor
Pesta Di Tengah Jalan
Label:
pesta perkawinan,
tutup jalan
Saya Suharman Musa, seorang ASN, Pustakawan, suka menulis di Blog, suka jalan jalan, suka dengan hal hal berhubungan dengan buku, bookmark, postcard, dan perpustakaan....
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Buku Cerdas Sulawesi Selatan, Bunga Rampai Pengetahuan tentang Sulawesi Selatan
Judul: Buku Cerdas Sulawesi Selatan Penulis: Shaff Muhtamar Penerbit: ...
Popular Posts
-
Suku bangsa Bugis dan Makassar di Sulawesi Selatan, termasuk dua diantara sedikit suku bangsa di Indonesia yang memiliki tradisi tulis menul...
-
Masih pagi pagi sekitar jam 6 diperumahan tempat tinggalku sudah terdengar bunyi khas terompet penjual Buroncong, salah satu penganan tradis...
-
Kapurung adalah salah satu makanan khas Sulawesi Selatan yang berasal dari Kabupaten Luwu yang ada dibagian utara Provinsi Sulawesi Selatan....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar