Bantaeng, Sulawesi Selatan, INDONESIA

Gambaran Umum: Bantaeng atau Bonthain, konon berasal dari kata Bantayan dan sudah dikenal sejak dulu. Kabupaten Bantaeng adalah sebuah Kabupaten dari 28 Kabupaten dan kota di Propinsi Sulawesi Selatan, dengan luas wilayah 539,83 km²terbagi atas 8 kecamatan, 46 desa, dan 21 kelurahan, dengan jumlah penduduk 168.828 jiwa. Ibukota kabupaten Bantaeng terletak sekitar 123 km arah Selatan Kota Makassar, dapat di tempuh dengan sekitar 2 sampai 2,5 jam dengan kendaraan mobil. Daerah ini berada pada posisi 5°21’13” sampai 5¹3526” Lintang Selatan dan 119°51’42” sampai 120¹¹0527” Bujur Timur. Daerah ini berbatasan dengan Kabupaten Jeneponto di sebelah Barat, Kabupaten Bulukumba di sebelah Timur, Kabupaten Gowa di sebelah Utara, sedangkan di sebelah selatan berbatasan dengan Laut Flores. Kabupaten Bantaeng mempunyai iklim tropis basah. Bulan oktober sampai maret merupakan musim hujan, dan musim kemarau jatuh antara bulan april sampai september. Temperatur udara rata-rata 18 sampai 28°C. Wilayahnya terdiri dari pesisir pantai, lembah daratan, dan bukit pegunungan, berada pada ketinggian 0 sampai lebih dari 1.000 meter di atas permukaan laut. Obyek Wisata Alam
1.Pemandian Alam Eremerasa Pemandian Eremerasa terletak di desa Kampala, Kecai-natan Eremerasa, jaraknya 16 km dari ibukota Bantaeng. Perjalanan menuju ke sana di tempuh sekitar 30 menit. Di sekitar pemandian ini udaranya sejuk, dengan pemandangan alam yang berupa perbukitan yang ditumbuhi dengan pohon dan tanaman berwarna hijau. Di sana merupakan wilayah pengembangan buah-buahan manggis, rambutan, durian,dll. Terdapat kolam renang sebanyak dua buah, masing-masing untuk orang dewasa dan anak-anak. Kolam renang ini mempunyai sumber air dari pegunungan. Airnya jernih dan sejuk. Di sana anda dapat melakukan kegiatan mandi dan berenang, di antara kedua kolam renang itu terdapat sebuah panggung untuk pentas atau pertunjukan kesenian. Di sekitar kolam renang terdapat aliran sungai dari peegunungan, mengalir diantara batu-batu dan membentuk air terjun kecil. 2.Air Terjun Bissappu Air Terjun Bissappu ini terletak di Desa Bontosalluang, kecamatan Bissappu, sekitar 5 km dari ibukota Bantaeng. Lokasinya dapat di tempuh sekitar 15 menit, melewati tanjakan berkelok-kelok. Perjalanan menuju ke sana sebaiknya dilakukan diwaktu pagi hari atau sebelum siang hari. Anda dapat merasakan udara sejuk dengan pemandangan alam berupa pepohonan hijau di sepanjang jalan. Di sana, anda dapat menyaksikan bebatuan di sekitar air terjun. Untuk dapat melihat air terjun, pengunjung harus berjalan melewati anak tangga yang bersusun ke bawah. Taman di sekitar air terjun itu tertata secara alami. Di sekitarnya terdapat batu besar sebagai panggung pertunjukan seni dan tempat beristirahat.
3.Pantai Pasir Putih Korong Batu Obyek wisata alam dan wisata bahari ini tereltek di daerah Baruga, Kecamatan Pa’jukukang, sekitar 18 km dari ibukota Bantaeng. Perjalanan menuju ke sana dapat di tempuh sekitar 30 minit melewati jalan poros Bantaeng ke arah Kabupaten Bulukumba. Pantai pasir putih ini terletak tak jauh dari jalan raya. Pelancong yang melakukan perjalanan ke sana dapat menggunakan sepeda motor atau mobil. Dari jalan raya, terdapat jalan setapak yang dapat dilewati oleh kendaraan. Jalan tanah yang sudah mengalami pengerasan ini jaraknya tak lebih 1 kilometer dari jalan raya. Di sini anda dapat melakukan kegiatan berjemur di pantai atau olahraga pantai. Mandi atau berendam di laut, juga kegiatan yang mengasyikkan. Kalau anda ingin berlayar dengan perahu, di tepi pantai tersedia perahu nelayan yang dapat disewa untuk berkeliling di sepanjang pantai. 4.Pantai Selatan dan Taman Bermain Anak Taman bermain ini terletak di Kelurahan Tappanjeng, Kecamatan Bantaeng, dalam kota bantaeng, perjalanan ke sana dapat di tempuh sekitar 5 menit melewati jalan poros. Di sini ada Dermaga, tempat berlabuhnya perahu nelayan dan perahu yang mengangkut barang. Dermaga dengan konstruksi kayu itumenjadi tempat bersantai para anak muda di waktu minggu pagi maupun setiap sore hari. Di dekatnya terdapat cafetaria. Pengunjung dapat menikmati makanan dan minuman ringan sambil mendengarkan musik. Dan yang terpenting, di sana terdapat taman bermain untuk anak-anak dengan berbagai fasilitas dan jenis permainan. Tak jauh dari dermaga, di sepanjang pantai terdapat tempat duduk yang terbuat dari tembok yang memanjang dari Timur ke Barat. Banyak anak muda yang senang mangkal di sini. Duduk di pinggir pantai di sore hari sambil menunggu matahari terbenam, merupakan pemandangan yang dapat dijumpai setiap hari. 5.Pantai Lamalaka dan Rumah Makan Kawasan Pantai Lamalaka terletak di kelurahan Lembang, Kecamatan Bantaeng, berada dalam Kota Bantaeng. Obyek wisata ini dapat di jangkau hanya dengan berjalan kaki dari tempat penginapan yang ada di Kota Bantaeng. Tak jauh dari pantai terdapat café, restoran, rumah makan, dan gedung kesenian. Anda dapat berjalan-jalan di pantai terutama di waktu pagi menyusuri tepi pantai dan tanggul pemecah ombak sambil mendengar desiran ombak di laut. Di tepi pantai ada perahu nelayan di antara tanaman rumput laut. Jika hari sudah siang, anda dapat berjemur diri atau mandi di tepi pantai. Anda juga dapat melakukan kegiatan olahraga pantai terutama pada sore hari. Setelah puas mandi, para pengunjung dapat mampir di café pantai Selatan, kawasan restoran dan rumah makan mini. Di sini pengunjung dapat menikmati aneka makanan khas. Anak-anak yang berdomisili di sekitar pantai ini biasanya malakukan kegiatan sepak bola pantai di waktu sore, suatu pemandangan yang menambah maraknya suasan pantai. 6.Kawasan Loka Camp dan Outbound Terletak di Desa Bontomarannu, Kecamatan Uluere, sekitar 24 km dari Kota Bantaeng. Perjalanan menujuke sana dapat di tempuh sekitar 90 menit melewati kecamatan Bissappu. Jalan menuju ke sana penuh kelokan dan mendaki di sepanjang jalan. Pengunjung dapat menyaksikan tanaman holtikultura sayuran yang ditanam di lereng-lereng bukit. Di sini udaranya sejuk, karena berada di atas daerah ketinggian. Hati-hati melakukan perjalanan ke san pada musim hujan, karena jalannya licin. Dari jalan raya, pengunjung harus berjalan kaki sekitar 1 kilometer untuk mencapai kawasan Loca Camp dan rumah tempat peristirahatan. Di sana terdapat sarana olahraga yang disebut Outbound. Di tempat ini tersedia sarana olahraga misalnya untuk meluncur, berjalan di atas tali, dan berjalan di atas jala-jala. Di antara jalan setapak yang di lewati, terdapat areal pertanian hortikiltura sayuran diantaranya kol, kentang dan wortel. Obyek Wisata Budaya 7. Rumah Adat Ballalompoa Rumah Adat ini terletak di Kelurahan Letta. Kecamatan Bantaeng, dalam kota bantaeng. Balla Lompoa yang di kenal sebagai rumah adat Bantaeng ini luas tanahnya sekitar 1.617 meter persegi. Rumah tradisional Makassar ini bentuknya seperti rumah panggung. Bangunan ini terdiri dari bangunan tambahan samping sebagai serambi. Bubungan atap berbentuk segitiga, terdapat anjungan dari kayu berbentuk kepala naga pada bagian depan dan berbentuk ekor naga pada begian belakang. Bangunan induk mempunyai tomko sila sebanyak 4 tingkat dan tangga sebanyak 3 buah, masing-masing pada bangunan induk, bangunan tambahan dan bagian belakang badan rumah. Kesemua tangga bangunan tersebut mempunyai anak tangga yang ganjil. Dinding depan badan rumah mempunyai empat jendela. Pada bagian atas tiap jendela dan sebuah pintu, terdapat relief kaligrafi Al-Quran. Samping kanan bangunan induk bersambung dengan serambi, berfungsi sebagai tempat bermusyawarah adat 12 dengan raja untuk membahas masalah-masalah pemerintahan.Serambi mempunyai tongko sila sebanyak tiga tingkat. Pada bangunan induk terdapat tiang pallangga tanpa pattoddo. Bangunan induk ukurannya panjang 15,7 mater lebar 12,4 meter dan tinggi 10,10 meter. Tiangnya bulat dengan ukuran diameter 25 cm. Serambi ukurannya yaitu panjang 7,7 meter, lebar 8 meter dan tinggi 7,9 meter. Semua bahan bangunan rumah mulai tiang hingga kaso menggunakan kayu dan atapnya seng (dulu menggunakan sirap). Jumlah tiang rumah tersebut sebanyak 41 buah. 8.Masjid Tua Tompong Masjid tua ini terletak di Kelurahan Letta, Kecamatan Bantaeng. Dari kota Bantaeng kita menuju jalan Bolu, membelok ke Selatan sekitar 100 meter untuk menuju ke Masjid Tua Taqwa Tompong. Masjid ini menempati areal tanah wakaf seluas 857 meter persegi. Di sekitarnya terdapat perumahan penduduk. Masjid kuno ini memiliki atap bentuk tumpang tiga. Bangunan induknya terdiri dari penampil dan tubuh masjid. Dinding masjid di bagian Utara. Selatan dan Barat terbuat dari tembok yang mempunyai ventilasi udara dari roster porselin berwarna hijau. Dinding masjid di bagian Timur terdiri dari empat pilar dengan geya arsitektur Eropa. Tubuh masjid terdiri dari tembok dengan 5 buah pintu masuk dan 6 buah jendela. Di dalam tiap pintu masuk terdapat hiasan Kaligrafi Al-Quran. Di dalam tubuh tedapat 4 buah soko guru berukuran 80 × 80 cm sebagai penopang atap. Pada puncak masjid terdapat mustak terbuat dari keramik masa Dinasti Ming. Di dalam masjid terdapat mimbar untuk berkhotbah terbuat dari kayu bayam dengan relief dan kaligrafi. Di halaman timur masjid terdapat dua buah gapura pintu masuk berbentuk setengah lingkaran. Di sebelah kiri dan kanan gapura terdapat 2 buah kolam untuk berwudhu. Satu diantaranya ditutup dengan penutup berbentuk kubah. Konon, masjid ini dibangun tahun 1887 atas prakarsa Raja Bantaeng Karaeng Panawang bersama adat 12. Seorang dermawan dari Kabupaten Wajo bernama La Bandu dan menetap di Bantaeng pada waktu itu turut membantu pembangunan masjid itu dengan seorang arsitek bernama La Pangewa yang didatangkan dari Kabupaten Bone. 9.Makam Raja-Raja La Tenri Ruwa Kompleks makam ini terletak di tengah Kota Bantaeng. Tepatnya di lingkungan lembang cina, Kelurahan Paliantikang, Kecamatan Bantaeng. Sekitar 50 kilometer sebelah Timur kompleks makam ini terdapat sungai Calendu. Di dalam lokasi kompleks ini terdapat taman, jalan setapak, kolam, kursi taman, ruang informasi, kamar mandi dan WC, serta ruang istirahat. Makam raja-raja Bantaeng ini lebih dikenal dengan makam Raja-raja La Tenri Ruwa. Nama ini diambil dari seorang tokoh sejarah yaitu La Tenri Ruwa yang makamnya ada di kompleks tersebut. La Tenri Ruwa adalah nama-nama Raja Bone ke-11. Ia pertama menerima ajakan dari Raja Gowa ke-14/ Mangerangi Daeng Manrabbia Sultan Alauddin untuk memeluk agam islam, selanjutnya diangkat menjadi raja di Bantaeng. Dalam kompleks makam ini tedapat sekitar 159 buah makam. Bangunan makam ini terbuat dari batu karang, selebihnya dari batu padas, batu bata, dan batu kapur yang mamakai bahan perekat semen. 10.Gua Batu Ejayya Gua ini terletak di Kelurahan Bontojaya, Kecamatan Bissappu, sekitar 16 km dari ibukota Bantaeng. Gua ini dari kejauhan sudah kelihatan, karena berada di atas bukit yang datar, letaknya sekitar 300 meter dari jalan raya. Di sekitar gua ini tedapat banyak pohon kapuk randu. Masyarakat setempat menggunakan buah kapuk randu itu sebagai bahan baku untuk membuat kasur. Gua ini terbuat dari batu kapur yang terjadi pada zaman plestosin. Gua semacam ini sering di sebut abris sous rouce. Pada zaman plestosin, es yang ada di Kutub Utara dan Selatan mencair. Akibatnya, terjadi air pasang hingga beberapa meter di atas permukaan laut, dan air laut menutupi sebagian besar daratan, karena adanya pukulan-pukulan ombak ke gunung batu kapur, maka terbentuklah apa yang disebut gua. Gua Batu Ejayya pernah diteliti pada tahun 1937 oleh Van Stein Callonfols, ilmuwan dari Belanda. Ia melakukan penggalian arkeologi dan menemukan alat-alat batu jenis calsedon berupa serpihan yang digunakan sebagai pencerut dan ujung-ujung anak panah. 11.Kawasan Balla Tujua di Onto Balla Tujua atau tujuh buah rumah ini terletak di perkampungan Tua Onto di lereng Gunung Lompobattang, di desa Onto. Kecamatan Bantaeng, sekitar 12 km sebelah Utara ibukota Bantaeng. Balla Tujua adalah berupa situs perkampungan, menempati area tanah milik rakyat seluas 5 hektar. Di sekelilingnya di tumbuhi pohon-pohon besar yang tingginya mencapai 60 meter. Di antara pohon-pohon itu terdapat rotan dan pohon lainnya. Di dalam perkampungan itu terdapat 7 buah rumah tinggal. Ada 6 buah rumah di antaranya berukuran besar dan menghadap ke Utara, sedangkan 1 buah yang berukuran kecil menghadap ke Selatan. Selain itu, di sana terdapat bangunan tempat upacara untuk kegiatan pelantikan kepala kaum, pesta perkawinan, dan upacara kelahiran bayi. Bangunan itu berupa rumah panggung dan pagar, yaitu Balla Lompoa, Balla Toddo’ dan Balla Ca’dia. Bangunan lainnya dikenal dengan nama Taka’bassia, yaitu bangunan bekas tempat penempaan besi, terletak di sebelah selatan Balla Ca’dia. Mereka yang tinggal di sana merupakan salah satu dari tujuh kelompok masyarakat yang ada di Bantaeng pada zaman dahulu. Setiap kelompok masyarakat dipimpin oleh kepala kaum yang disebut totoa. Dia dianggap tua atau dituakan di kelompoknya. Selain itu, dia dianggap memiliki kecakapan tertentu dan sebagai simbol kehadiran leluhur mereka. Cikal bakal kerajaan Bantaeng berasal dari Onto. Kepala kaum di Onto bergelar Rampang Onto yang digantikan oleh Karaeng Loe ri Onto. Setelah wafat, ia digantikan oleh Punta Dolangang dengan gelar Dala Onto, kemudian dilantik sebagai raja yang pertama di Bantaeng. 12. Makam Datuk Pakkalimbungan Makam ini terletak di Kelurahan Bontosunggu, Kecamatan Bissappu, sekitar 2 km dari ibukota Bantaeng. Makam ini masih terawat dan banyak dikunjungioleh masyarakat di Kabupaten Bantaeng dan claprah kabupaten sekitarnya. Dari jalan dekat kantor camat Bissappu, para pengunjung yang datang harus memarkir kendaraannya sekitar 700 meter sebelum sampai lokasi makam. Setelah itu, mereka harus berjalan kaki melewati jalan setapak. Mereka yang datang ke sana biasanya untuk berziarah atau melepas nazar. Setiap hari, makam ini ramai dikunjungi orang. Pada hari minggu, pengunjung yang datang ke sini jumlahnya mencapai ratusan orang. Mereka datang bersama keluarganya di waktu pagi dan pulang pada siang atau sore hari. Datuk Pakkalimbungan mempunyai nama asli yaitu Syekh Muhammad Amir. Pada masa hidupnya (1912), ia adalah seorang muballiq besar dan sangat dikagumi oleh masyarakat di sekitar Bantaeng. Di Bantaeng pernah ada beberapa muballiq besar, diantaranya Syekh Nur Bahartuddin di masjid faq’wa Tompong (1889) dan Syekh Tuan Abdul Gani di Bissampole (1800). Obyek Agrowisata 13. Kawasan Perkebunan Jeruk Perkebunan Jeruk Jenis “Keprok Selayar” terletak di Kelurahan Bontolangkasa, Desa Bontocinde, Desa Bontojai, dan Kelurahan Bontojaya. Semuanya berada dalam wilayah Bissappu, sekitar 12 kilometer dari Kota Bantaeng. Luas areal perkebunan jeruk keprok yang ada di sana mencapai 500 hektar. Buah jeru ini dipanen pada bulan juli sampai agustus setiap tahun. Produksi atau buah jeruk yang sudah dipanen dijual di Makassar dan beberapa kota besar lainnya, seperti halnya jeruk siam asal Malangke dan kabupaten Mamuju. 14. Kawasan Perkebunan Kopi Perkebunan kopi di Kabupaten Bantaeng umumnya berada di daerah pegunungan yang dingin. Arealnya terletak di Desa Labbo, kelurahan Ereng-Ereng, dan Pattaneteang. Semuanya berada dalam wilayah kecamatan Tompobulu. Dari tiga lokasi penghasil kopi itu, jaraknya sekitar 28 km dari Kota Bantaeng. Jenis kopi yang ditanam di sini adalh kopi Robusta dan kopi Arabika. Aroma kopi Robusta ini sudah terkenal sejak dulu. Produksi kopi dari daerah ini dikirim ke berbagai daerah, dan sebagian lagi diantar-pulaukan. Wisatawan yang berkunjung ke daerah ini dapat menikmati aroma kopi Robusta ini di warung kopi atau café dan restoran. Biji kopi Robusta yang sudah ditumbuk halus dapat dibeli di toko-toko untuk dijadikan buah tangan atau oleh-oleh. 15. Kawasan Pertanian Hortikultura Sayuran Areal pertanian hortikultura sayuran berupa kol, wortel, dan kentang lokasinya di Desa Bontomarannu dan Desa Bontolojong, Kecamatan Uluere, sekitar 24 km dari Kota Bantaeng. Kentang adala salah satu tanaman hortikultura yang menonjol. Data terakhir menyebutkan jumlah produksinya mencapai 5.968 ton per tahun. Sebagai penghasil sayuran sesudah Kabupaten Gowa dan Kabupaten Enrekang, daerah ini sudah memenuhi kebutuhan sayur dengan segala jenisnya ke Kalimantan Timur dan Sulawesi Tenggara. Berbagai jenis sayur telah menembus pasar antar pulau selain memenuhi kebutuhan sendiri. Selain itu, Bantaeng juga telah memproduksi beras kualitas ekspor melalui industri beras yang sedang dikembangkan, yaitu jenis Bromo Bantaeng (Membramo). Kalender Kegiatan Wisata dan Atraksi Wisata 16. Hari Jadi Bantaeng Bantaeng, atau Bantayan dan Bonthain yang dijuluki butta toa, diartikan sebagai tanah tua dan bersejarah (daerah yang sudah lama ada). Sejak abad ke-12, daerah ini sudah memiliki suatu tradisi budaya tersendiri. Butta toa adalah simbol Kabupaten Bantaeng mempunyai nilai historis yang harus dilestarikan. Dalam musyawarah besar Kerukunan Keluarga Bantaeng (KKB) pada juli 1999 di Bantaeng, tanggal 7 desember 1254 ditetapkan sebagai Hari Jadi Bantaeng,. Tanggal 7 diambil sebagai simbil keberadaan 7 mitos dari sejarah Balla Tujua di Onto (7 buah rumah dalam batas lalang bata) yang didiami oleh 7 orang bersaudara (pewaris keturunan tumanurung). Bulan 12 merupakan simbol dari adat 12 (ada’ sangpulo rua), suatu lambaga adat yang secara berkala melakukan sidang atau musyawarah di Balla Lompoa (semacam DPRD di zaman sekarang). Tahun 1254 dalam atlas sejarah Dr.Muhammad Yamin, telah dinyatakan wilayah Bantaeng sudah ada dan eksis. Dengan demikian tahun1254 ditetapkan sebagai tahun kelahiran Bantaeng. 17. Pesta Adat Pa’jukukang Pa’jukukan adalah nama suatu desa, permukiman penduduk yang berada di antara tambak, empang dan pesisir pantai yang mirip dengan pasar ikan, lokasinya terletak sekitar 10 km sebelah Timur Kota Bantaeng. Pesta adat Pa’jukukang dikenal sejak abad ke-14, sebuah pesta adat yang dilaksanakan setiap tanggal 10 Sya’ban tahun Hijriah. Pada perayaan pesta adat Pa’jukukang itu, kaum bangsawan, perangkat adat dan rakyat biasa, semuanya berkumpul melakukan pertemuan untuk saling bersilaturahmi dan bersukari. Dalam pesta adat itu mereka bersama-sama makan ikan, yaitu jenis ikan belanak, bandeng, banyarak, dan ikan laut hasil tangkapan nelayan setempat. Pesta adat itu sendiri dirayakan selam 7 hari 7 malam. Acara pembukaan dilakukan di Ibukota Kerajaan Gantarangkeke. Di sini ada prosesi ritual yang dikenal dengan nama Kawaru, artinya memuliakan atau menghormati. Mereka melakukan penghormatan kepada arwah nenek moyang di Balla Lompoa Gantarangkeke. Setelah itu dilanjutkan dengan adu ketengkasan dan pertunjukan tari-tarian. Acara berakhir setelah para penduduk di sana saling mengunjungi dan para tamu dijamu dengan makanan khas yang disebut Kaloli. 18. Tari Paolle dan Tari Paddekko Tari Paolle dan Tari Paddekko merupakan tarian khas masyarakat Bantaeng. Tarian ini biasa diperagakan pada upacara pelantikan raja dan upacara lainnya, misalnya pada upacara appainung karaeng (mencuci benda pusaka), panen padi di sawah, pesta perkawinan, khitanan dan acara syukuran lainnya. Tari Paolle adalah tari Pakkarena versi Bantaeng dan di mainkan oleh gadis-gadis. Sedangkan Tari Paddekko dimainkan oleh gadis dan remaja pria. Jumlah penarinya 6 sampai 12 oaran. Posisi kaki bagi penari Paolle umumnya terbuka, dan gerakan tubuhnya yang perlahan ammellu memegang peranan dominan. Jari tangan kiri memegang selendang, dengan sentuhan jari telunjuk. Sedang jari tangan kanan memegang kipas yang tertutup dan terbuka. Kostum yang dipakai penari Paolle yaitu baju bodo warna merah, sarung, kipas dan selendang serta hiasan selengkapnya. Sedangkan instrumen yang digunakan adalah sepasang gendang dan satu buah gong. Penyanyi sebanyak 2 atau 3 orang. (Sumber: Brosur Pariwisata Bantaeng) (Gambar: sumber; griyawisata.com, web)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Buku Cerdas Sulawesi Selatan, Bunga Rampai Pengetahuan tentang Sulawesi Selatan

Judul:                         Buku Cerdas Sulawesi Selatan Penulis:                       Shaff Muhtamar Penerbit:                     ...

Popular Posts