Literasi Untuk Orang Dewasa (Adult Literacy)

Istilah “Literasi Untuk Orang Dewasa” atau Adult Literacy sering digunakan oleh Perpustakaan Nasional RI dalam rangka pemasyarakatan program Transformasi Layanan Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial. Jadi selain pembelajaran di Sekolah untuk literasi anak sekolah, UNESCO lembaga  dunia yang mengurusi tentang pendidikan, sains dan kebudayaan, juga mendorong penguatan Literasi untuk orang dewasa. Disinilah peran penting Perpustakaan sebagai pusat sarana pembelajaran, bukan hanya untuk anak sekolah dan mahasiswa tapi juga untuk untuk orang dewasa.

Lalu mengapa mesti Orang Dewasa? Karena orang dewasalah yang seharusnya bertanggung-jawab atas kesejahteraan diri dan keluarganya masing masing. Data statistik tentang jumlah angka kemiskinan biasanya merujuk kepada kepala keluarga yang tentu saja sudah dewasa. Mereka inilah sasaran utama penguatan literasi dalam rangka pengentasan kemiskinan. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018 bahwa jumlah angka kemiskinan Indonesia adalah 9,82% penduduk tergolong miskin (relative poverty). Jumlah ini sekitar 25,95 juta penduduk masuk kategori miskin di Indonesia. Jumlah angka yang tidak sedikit.

Program literasi untuk orang dewasa, menurut UNESCO dapat menghasilkan manfaat yang melampaui hasil pendidikan sekolah. Manfaat utamanya adalah membangun self esteem (kepercayaan diri) dan empowerment  (pemberdayaan). Program transformasi layanan perpustakaan berbasis inklusi sosial juga sejalan dengan program UNESCO yaitu UIL (UNESCO Institute for Lifelong Learning), dimana diserukan penggunaan perpustakaan untuk mendukung upaya literasi nasional, dan pengembangan program pembelajaran sepanjang hayat.

Dilihat dari jumlah angka kemiskinan, maka jumlah terbesarnya pada tahun 2016, ada di pedesaan yaitu sebesar 14,1%  sedangkan di perkotaan sebesar 7,8%. Dilihat dari jumlah tersebut, maka perlu diprioritaskan untuk penguatan literasi orang dewasa di pedesaan dalam hal ini, perpustakaan desa yang berperan penting. Perpustakaan desa harus dibangun dan dikembangkan sehingga dapat membantu masyarakat desa dalam mengurangi kemiskinan dan mensejahterakan mereka. Perpustakaan desa harus memiliki informasi tentang potensi desa, profesi dan penghidupan para warganya, komoditi unggulan desa dan faktor lainnya, sehingga para pengelola perpustakaan akan mudah menyediakan bahan pustaka apa yang sesuai dengan situasi dan kondisi desa.

Banyak hal yang terkait dengan literasi untuk orang dewasa. Selain dengan issu kemiskinan, menurut UNESCO, juga berdampak pada gizi buruk, kriminal, kesenjangan sosial, kecelakaan kerja, tingginya angka putus sekolah dan pengangguran, rendahnya kepercayaan diri, sulit hidup mandiri dan lain lain.

Bagaimana dengan Indonesia? Menurut berbagai survei, salah satunya adalah PIAAC (The Programme for the International Assessment of Adult Competencies), tes kompetensi sukarela untuk orang dewasa yang berusia 16 tahun ke atas, bahwa  70% orang dewasa di Jakarta hanya memiliki kemampuan memahami informasi dari tulisan pendek, tapi kesulitan untuk memahami informasi dari tulisan yang lebih panjang dan kompleks. Dan 86% orang dewasa di Jakarta hanya dapat menyelesaikan persoalan aritmetika yang membutuhkan satu langkah, tapi kesulitan menyelesaikan perhitungan yang membutuhkan beberapa langkah. Juga berdasarkan laporan berjudul “Skills Matter” yang dirilis OECD pada tahun 2016, berdasarkan tes PIAAC, tingkat literasi orang dewasa Indonesia berada pada posisi terendah dari 40 negara yang mengikuti program ini.

Perpustakaan haruslah berperan  proaktif dalam program literasi orang dewasa (Adult Literasi). Bukan hanya literasi dalam lingkup kecil yaitu membaca, menulis dan berhitung tapi dalam hal ini keenam literasi dasar yang harus dikuasai. Menurut  Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Masyarakat Kemendikbud, Harris Iskandar menjelaskan enam literasi dasar itu adalah membaca dan menulis, digital, science, keuangan, kewargaan dan kebudayaan.

Perpustakaan Nasional RI sebagai leading sektor dalam penguatan literasi sejak beberapa tahun terakhir ini, lewat para fasilitator yang bertugas di berbagai perpustakaan desa, kelurahan, kabupaten dan provinsi telah memacu program transformasi layanan perpustakaan berbasis inklusi sosial. Hasilnya, meskipun belum maksimal, namun kita dapat menyaksikan beberapa pemustaka yang akhirnya berubah jalan hidupnya setelah memanfaatkan bahan pustaka di Perpustakaan Desa. Di Bone, ada mahasiswi yang berhasil mengembangkan usaha lukis henna (bahasa Bugis “Pacci”) setelah membaca buku tentang Henna di Perpustakaan. Ada pula yang berhasil mengembangkan dan menjual produk bunga hias dari bahan sabun batangan, dari hasil membaca buku di Perpustakaan. Ini hanya sebagian kecil saja contoh bagaimana Perpustakaan dapat menjadi sumber inspirasi dan motivasi warga dalam meningkatkan kesejahteraan mereka.

Jadi jelas sekarang bahwa kunci utama pengentasan kemiskinan, pengurangan dampak kesenjangan sosial dan masalah sosial lainnya adalah penguatan literasi khususnya literasi untuk orang dewasa. Semoga saja kedepan, semua perpustakaan desa dapat melengkapi segala sarana dan prasaran penunjang, sehingga semakin banyak masyarakat yang mendapatkan manfaat dan menjadi sejahtera.

(Diolah dari berbagai sumber, theconversation.com dan suaramerdeka.com. Ilustrasi, sumber: United Nation University)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Buku Cerdas Sulawesi Selatan, Bunga Rampai Pengetahuan tentang Sulawesi Selatan

Judul:                         Buku Cerdas Sulawesi Selatan Penulis:                       Shaff Muhtamar Penerbit:                     ...

Popular Posts