Reuni Kelas IPA 1 SMA 1 Watampone

Momen bahagia bersama teman sekelas dulu di SMA

"Happiness is being with an old friend after a long time and feeling like nothing has changed."  Kata kata ini pernah saya catat pada buku catatan saya. Saya tidak tahu siapa yang pertama mengatakannya, karena memang tidak disebut sumbernya di internet. Tapi yang jelas, bahwa kata kata ini sungguh tepat menggambarkan perasaan kita saat bertemu dengan teman teman lama, teman teman masa sekolah di SMA terutama teman teman sekelas. Ada perasaan bahagia dan gembira luar biasa, bisa bertemu kembali dan bercanda kembali dengan mereka, dan seperti tak ada yang berubah, meskipun sudah puluhan tahun tidak bertemu. Ya, meskipun kami semua sudah berusia diatas 50 tahun, namun saat bertemu dengan teman sekelas di SMA, rasanya kami menjadi remaja kembali, penuh semangat, saling berbagi cerita, pengalaman lucu dan seru, bernostalgia tentang masa masa indah di SMA. 

Bersama teman sekelas perempuan

Kami alumni 1986 SMA Negeri 1 Watampone, Bone, khususnya dari kelas IPA 1 baru saja melaksanakan reuni di kawasan air terjun Bantimurung, Maros. Perencanaan acara reuni ini sudah beberapa bulan lalu. Pertemuan dengan teman teman sekelas sebenarnya kadang kami lakukan, meski tidak secara resmi, terutama yang tinggal satu kota. Kecanggihan teknologi cellular memudahkan kita untuk saling kontak, kirim berita, kirim foto, dan berinteraksi lainnya dengan teman teman. Tapi tentu saja hanya sedikit saja yang turut berpartisipasi dalam setiap kegiatan, karena kesibukan masing masing.

Jumlah siswa Kelas IPA 1 Alumni 1986 SMA 1 Watampone sebanyak 45 orang, yang paling sedikit diantara 10 kelas alumni 86. Diantara ke-45 alumni, 2 orang sudah berpulang ke haribaan-Nya yaitu Shahibuddin dan Muhsar. Alumni kelas IPA 1 lainnya tersebar diberbagai daerah di Indonesia, terutama Sulawesi Selatan, mencari penghidupannya masing masing. Profesi juga bermacam macam, ada Pengusaha swasta, ada TNI (Tentara Nasional Indonesia), ada ASN (Aparatur Sipil Negara), ada Pengacara, ada di BUMN, ada guru, ada di bidang Pariwisata, dan ada pula yang Ibu rumah tangga biasa. Begitulah kehidupan kita semua… setiap jalan kehidupan sudah ditentukan oleh-Nya. 

Bersama Malik, ketua kelas kami di IPA 1
Tanggal 25 Desember 2019, pagi pagi, saya ke Jalan Aroepala, Gowa, menjemput teman Aryanti Rasyid didepan sebuah minimarket. Tepat jam 8 Yanti diantar suaminya datang, dan kami pun menuju Bantimurung, sebelumnya singgah di Perumahan Dosen Antang Makassar menjemput teman lainnya; Hj. Rahmatia. Perjalanan Makassar ke Bantimurung dilewatkan dengan cerita dan kisah masa masa SMA dulu. Kami juga membawa membawa berbagai macam pernak pernik Reuni, ada spanduk, balon balon huruf dan angka, dan lain lain. Ketika kami bertiga tiba di Lokasi, yaitu salah satu rumah peristirahatan di dalam area air terjun Bantimurung, teman kami 3 orang sudah ada dilokasi, ada Eddy Mappa dan istrinya (Hj. A. Sohra, teman alumni 86 juga, tapi kelas IPA 3 SMA 1 Watampone) dan satu lagi A. Walinono. 

Karena cukup lama menunggu rombongan dari Bone, saya memutuskan jalan jalan sendiri kearah Air terjun, dan bagian atas air. Ternyata cukup banyak turis lokal yang berjalan jalan menyusuri sungai kecil yang airnya menjadi air terjun Bantimurung. Ada jalan setapak selebar kurang lebih satu meter telah dibangun oleh pengelola, diantara pepohonan ditepi sungai. Ada juga beberapa warung kecil sepanjang jalan. Setelah sampai diujung, sebelum naik kearah pintu Gua Mimpi, saya pun berbalik pulang ke pondokan. Tentang Gua Mimpi, saya juga pernah menelusurinya beberapa tahun silam bersama 2 orang teman. 

duduk melingkar berbagi kisah indah di SMA
Ada 2 rombongan mobil dari kota Watampone juga yang bergabung dengan kami, 1 mobil atas nama Marhuddin sekeluarga, 1 mobil lagi rombongan H. Amir bersama Malik, St. Alang, Nurfaidah, dan Arsyad. Sedangkan dari kota Makassar, ada H. Aminuddin (mimin) dan A. Aminullah, Sudirman, dan A. Elias (Petta Lurah). Ada juga dari jauh, Samarindah, yaitu A. Marliana (Lia) bersama keluarganya. Jadilah kami 16 orang teman sekelas reuni di Bantimurung. Sebagian diantara mereka baru pertama kali bertemu setelah 33 tahun terpisah. Bisa dibayangkan bagaimana perasaan masing masing saat pertama bertemu. Yang pasti ada rasa bahagia, dan ada juga rasa haru. Begitu banyak rencana yang saya sendiri rasanya mau obrolkan dengan teman teman sekelas yang puluhan tidak bersua, tapi ketika bertemu, ternyata terlupa…. "Sometimes, even when you're having a good time, you can't help but stop and think about how much you miss the old times." — Unknown

Sebelum pulang... dengan kenangan masing masing
Di dalam pondokan, kami duduk berkumpul, melingkar, berbincang bincang, mendoakan teman yang telah berpulang kerahmatullah, membicarakan teman lain yang belum sempat hadir, mendiskusikan rencana Reuni Akbar Nasional SMA 1 Watampone sambil makan makan, minum kopi dan teh dan menikmati cemilan lainnya. Setelah itu ada seksi foto foto bersama. Foto berdua, bertiga, sambil menikmati keindahan alam Bantimurung. 

duduk istirahat ditengah perjalanan...
Waktu berjalan terasa begitu cepat, sore pun tiba, kami pun siap siap berpisah dan pulang kerumah masing masing. Rombongan teman yang dari Bone, lebih cepat pulang, karena mengingat musim hujan yang kadang turun deras. Teman teman khawatir perjalan terganggu diperjalanan saat hujan deras. Dan benar saja, hujan turun saat kami dalam perjalan pulang ke Makassar. Rinai hujan membasahi bumi, juga membasahi hati kami yang masih terbawa kenangan indah reuni yang baru saja kami laksanakan….. Semoga saja kami tetap dalam lindungan-Nya agar suatu hari nanti dapat berkumpul kembali dengan teman teman sekelas kami dari IPA 1. Amin ya rabbal alamin…. "The pain of parting is nothing to the joy of meeting again." — Charles Dickens


Syamsuddin Umar; Bola Itu Bundar


Buku berjudul “Bola Itu Bundar” merupakan memoir atau kisah perjalanan hidup H. Syamsuddin Umar, mantan pelatih (Coach) PSM Makassar, yang juga mantan Birokrat pada Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. Ditulis oleh Andhy Pallawa, dan diterbitkan oleh Global Publishing pada 2018 lalu, buku setebal 497 halaman ini diawali dengan “Prakata” dari penulisnya sendiri, Andhy Pallawa, lalu kemudian “Sekapur Sirih” dari sang Coach, juga ada sambutan dari Wakil Presiden (waktu itu); Jusuf Kalla dan dari Gubernur Sulawesi Selatan waktu buku ini disusun: Syahrul Yasin Limpo. H.M. Nurdin Halid juga menulis Prolog buku bersampul serba hitam ini. 



Bagian pertama dari buku ini adalah yang paling menarik bagi saya sebagai pembaca. Pada bagian inilah yang menceritakan kisah perjalanan hidup Syamsuddin Umar. Mulai dari masa masa kecilnya bersama keluarga di rumah sederhana di Jalan Mawas Makassar, sejak kecil sudah kerja secara serabutan, saat belajar mengaji pada Dato seorang pedagang beras yang tinggal dekat pasar tradisional di Jalan Onta. Ada juga pengalaman lucu yang dikisahkan, misalnya saat naik sepeda bersama temannya yang bernama Wardihan dan melewati pekuburan Dadi menuju rumahnya, melewati jalan setapak dan menabrak penjual cendol. 


Pengalaman lainnya saat sekolah di STN di Jalan Bandang 1971, lalu lanjut ke STM 3 di Gunungsari jurusan Mesin Kapal. Saat masih remaja, Syamsuddin Umar juga suka nonton di bioskop misbar alias “gerimis bubar” misalnya bioskop Ampera di Jalan HOS Cokroaminoto dekat pasar Sentral Makassar. Ada juga Layar Tancap di dekat kolam renang Mattoanging. Bioskop DKM (Dewan Kesenian Makassar) di Jalan Irian, yang sedikit elit karena dalam gedung dan ada tempat duduknya.
Pada bagian kedua adalah masa masa pak Sam kuliah di Universitas Hasanuddin, bagaimana kuliahnya yang putus nyambung, kisahnya dengan dosen dosen killer. Selanjutnya pada bagian ke-3 ini yang mungkin inti dari buku ini. Bagian inilah yang membahas tentang segala hal yang menyangkut Sepak Bola, hobi, kegemaran, dan darah daging Syamsuddin Umar. Awal karirnya dalam sepok bola dimulai pada klub Pormako (Persatuan Olah Raga Mawas Kompleks). Minaesa adalah klub selanjutnya, lalu PSM Junior, GASKO, dan lain lain. Pengalaman bermain diberbagai daerah dan berbagai Negara juga dikisahkan pada bagian ini, termasuk pengalaman lucu para pemain sepak bola ketika misalnya baru pertama kali naik pesawat. 


Bagian ke-4 adalah pengalaman hidup Syamsuddin Umar saat menjadi pelatih (Coach). Dimulai dengan pertemuannya dengan Ilyas Haddade, kursus pelatih di Brasil (dibagian ini juga banyak kisah menarik….), kursus sepakbola di Singapura, bertanding di Brunai, juara Pardede Cup, Berjaya di Vietnam. Bagian ini juga banyak mengankat issu issu mengenai sepak bola dalam negeri, mulai kontroversi pelatih asing, transfer pemain, terror dan honor dan lain lain. Bagian lainnya saat Syamsuddin Umar menjalani suka duka sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan relasinya dengan banyak tokoh, kehidupan rumah tangganya dan terakhir adalah kesaksian (testimony) para tokoh masyarakat, sahabat, rekan rekan dalam dunia sepakbola dan lain lainnya. Buku ini ditutup dengan Epilog oleh Andi Darussalam Tabussala. 
Bersama teman teman Jalan jalan di Kuta Bali


Membaca buku ini lebih dari sekedar kisah hidup seorang Syamsuddin Umar. Pembaca juga dapat melihat “sejarah” kota Makassar dalam buku ini. Misalnya, Jalan Lanto Dg. Pasewang dulu namanya Jalan Banteng. Lapangan tempat Syamsuddin Umar berlatih saat masih remaja dulu di Jalan Mawas, sekarang sudah tidak ada lagi, karena disitu sudah ada kantor Koramil dan Mess Kowad berdiri. Dunia perbioskopan dan perfileman diera 1970an juga banyak dibahas dalam buku ini. Bagi anda yang tertarik meneliti persepakbolaan Makassar, inilah sumber yang tepat. Bukan Cuma sepakbola, dunia birokrasi juga ada pembahasannya dibuku ini. Tambahan informasi lainnya, ada beberapa kutipan kata kata bijak tentang Sepak Bola pada beberapa halaman awal buku ini.  

Bersama pak Syamsuddin Umar, pak Syahruddin Umar dan Pak Andi Lingka

Buku yang saya bahas ini adalah koleksi pribadi,  pemberian khusus (lengkap dengan tandatangan) dari pak Syamsuddin Umar. Namun anda yang ingin membaca buku ini bisa datang ke Perpustakaan Umum DPK SULSEL di Jalan Sultan Alauddin, ada beberapa exemplar di bagian referensi.      
Judul : Syamsuddin Umar, Bola Itu Bundar
Penulis : Andhy Pallawa
Penerbit : Global Publishing, Makassar 2018.
ISBN  978-602-6782-05-2


Large Print Books (Buku dengan Cetakan Besar)

Kiri: Novel biasa, kanan: Novel dengan cetakan besar





Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara professional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka. Institusi Perpustakaan selalu berusaha menyediakan bahan perpustakaan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan para pemustaka (pengguna perpustakaan). 

Bahkan sebelum perpustakaan didirikan atau dibangun pada suatu daerah, maka pemerintah atau pihak swasta yang hendak membangun perpustakaan tersebut harus memiliki data statistik penduduk setempat. Berapa jumlah penduduknya, berapa orang PNS/ASN, berapa petani, berapa nelayan, jumlah perempuan dan laki laki, remaja, anak-anak dan dewasa.Informasi tentang berapa orang lanjut usia (penduduk senior) pada daerah itu juga harus diketahui, agar penyediaan bahan pustaka bagi penduduk usia lanjut dapat dipenuhi. 



Dua novel klassik dengan ukuran huruf yang besar

Salah satu kebutuhan pemustaka usia lanjut adalah tersedianya buku buku dengan cetakan huruf yang besar. Di negara maju buku buku dengan cetakan huruf besar atau disebut large print book  selalu tersedia di suatu lembaga perpustakaan. Minat baca orang orang dinegara maju sangat besar, termasuk minat baca para manula (manusia lanjut). Yang biasa dicetak dengan huruf ukuran besar adalah buku buku fiksi yang laris atau fiksi klassik. Pemustaka lanjut usia akan dengan mudah membaca dan menikmati suatu bacaan jika ukuran cetakan hurufnya besar. Manusia lanjut usia tentu banyak yang penglihatannya sudah mulai kabur, sehingga akan sangat terbantu jika cetakan buku novel yang dibacanya berukuran besar. 


Di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan, juga tersedia koleksi large print books ini. Buku buku tersebut adalah bantuan dari salah satu lembaga perpustakaan lain, yang disumbangkan ke Perpustakaan Wilayah (nama DPK sebelum Otonomi Daerah) pada awal tahun 1990an. Meskipun hampir tidak ada satupun pemustaka lanjut usia yang datang ke DPK Sulsel, namun buku buku large print book ini cukup diminati oleh pemustaka, khususnya penggemar fiksi klasik, dan mahasiswa yang sedang belajar bahasa Inggris. Fiksi klasik adalah novel novel yang diterbitkan pertama kali puluhan atau bahkan ratusan tahun silam, misalnya novel novel karya penulis Inggris, Jane Austen, Emily Bronte, Shakespeare, dan lain lain.

Sayang sekali karena large print books ini belum ada yang tercetak dalam bahasa Indonesia, dan juga belum ada yang non-fiksi. Mungkin karena pemustaka remaja dan dewasa dianggap masih  normal penglihatannya dan masih mampu membaca novel novel atau buku dengan ukuran huruf yang kecil.

Jika anda seorang yang cukup paham bahasa Inggris, dan penggemar novel klasik, maka buku buku large print books ini sangat tepat bagi anda. Mata tidak cepat lelah membaca, tulisan nampak jelas sehingga sangat menyenangkan. Membaca sebuah novel menjadi kegiatan yang membahagiakan. Silahkan datang ke Unit Layanan Perpustakaan DPK Sulsel di Jl. St. Alauddin Makassar, jika anda ingin melihat, meminjam buku buku large print tersebut. Happy Reading!






Perpustakaan Di Australia


Di depan Perpustakaan Negara Bagian New South Wales, Sydney, Australia

Selama saya tinggal dan belajar di Sydney, saya banyak beriteraksi dengan perpustakaan disana. Selain untuk kepentingan studi, juga untuk menambah pengetahuan bagaiamana pengelolaan perpustakaan. Saya menjadi anggota pada dua perputakaan yaitu perpustakaan kampus di UNSW (University of New South Wales) juga pada perpustakaan council yaitu Bowen Library di suburb Maroubra. Beberapa perpustakaan juga sempat saya kunjungi, diantaranya, State Library of New South Wales yang ada di Macquaries Street, persis didepan Royal Botanical Garden, perpustakaan University of Sydney, Perpustakaan Nasional di Canberra dan lain lain. Saya masih ingat didepan State Library, ada patung sastrawan dunia seperti William Shakespeare dan Robert Burns.

Di depan Perpustakaan Negara Bagian Victoria, Melbourne, Australia

Tentang layanan perpustakaan, di perpustakaan kampus, kami bisa meminjam buku sampai 99 eksemplar. Demikian juga di Bowen library, yang menyiapkan trolley kecil untuk pengunjung yang akan meminjam banyak buku. Perpustakaan bukan sekedar tempat meminjam buku, karena ada beberapa kegiatan yang rutin dilaksanakan, misalnya bedah buku, temu pengarang, diskusi buku dan film, taman bermain anak anak dan lain lain. Tiap tahun, koleksi buku diperbaharui. Setiap kali terbit buku edisi terbaru, maka edisi lama akan disimpan untuk dijual pada event Book Fair. Bukan hanya buku yang selalu diperbarui, software komputer pun hampir diperbarui setiap kali ada edisi/ versi terbaru dipasaran. Misalnya pada saat Windows 2007 muncul, maka semua software windows 2003 yang selama ini digunakan langsung diganti dengan yang baru.

Mahasiswa baru terutama mahasiswa asing di UNSW selalu mendapatkan pelatihan penggunaan perpustakaan sebelum memasuki perkuliahan. Bagaimana caranya menulis essay, mengumpulkan informasi, menggunakan internet, membuat slide Powerpoint, cara menghindari penjiplakan (plagiarism) dll, semua diajarkan. Semuanya gratis. Pihak kampus juga melaksanakan Campus Tour setiap hari saat penerimaan mahasiswa baru, ditujukan bagi mahasiswa baru. Tujuannya agar mahasiswa baru mengenali kampusnya dengan baik, mengetahui lokasi kantin, lokasi tempat ibadah, tempat olah raga, Gym, kolam renang, ATM dan Bank, toko buku, diskotik, poliklinik, tempat fotocopy, kantor senat, perkumpulan olahraga, dll.

Mahasiswa dapat meregister sendiri buku buku yang dipinjamnya. Caranya sama dengan pemindaian barang yang dibeli disupermarket yaitu dengan menyorotkan barcode buku pada scanner. Lama peminjaman yaitu empat minggu dan dapat diperpanjang dengan berbagai cara: datang ke perpustakaan dengan membawa buku yang akan diperpanjang peminjamannya, lewat internet, dan lewat telpon. Perpustakaan buka sampai jam 10 malam, tetapi pada saat ujian semester, dibuka sampai tengah malam (jam 12.00 atau jam 01.00 dinihari). Di beberapa negara maju, ada perpustakaan yang buka selama 24 jam.

Layanan lain diperpustakaan adalah “interlibrary loan” yaitu layanan peminjaman antar perpustakaan. Misalnya kalau buku yang kita cari tidak ada, maka akan diusahakan dicari dan dipinjamkan dari perpustakaan lain. Ada juga layanan khusus untuk para lanjut usia/ jompo dan orang cacat atau sakit yang tidak bisa ke perpustakaan karena alasan usia dan kesehatan. Pada hari hari tertentu, mereka dibawakan buku buku baik fiksi maupun non-fiksi, juga buku buku multimedia (buku dalam bentuk CD, yang bersuara), Film, atau juga buku ‘large print’ atau cetak besar.

Di Depan Perpustakaan Nasional Australia di Canberra

Layanan perpustakaan multimedia-nya sangat lengkap. Misalnya kalau kita meminjam buku resep masakan, kita juga bisa meminjam Video atau DVD-nya dan bisa diputar dirumah (di player untuk Video) atau di PC untuk DVD. Jadi sambil membaca bukunya, kita bisa nonton cara masaknya. Buku buku untuk tunanetra juga banyak disediakan, baik yang dalam huruf Braille maupun buku ‘bersuara’. Orang orang cacat yang menggunakan kursi roda dapat dengan mudah mengunjungi Perpustakaan, karena semua perpustakaan dan gedung lain diharuskan menyediakan access/jalan masuk untuk orang cacat (disabled person). Kalau tidak, dianggap melanggar hak azazi manusia.

Di Bowen library, Maroubra juga tersedia banyak sekali CD musik dan Kaset video film serta seri pelajaran bahasa asing. Saya jarang meminjam film, tapi lebih sering meminjam CD musik. Jenis CD musik yang disimpan di perpustakaan biasanya yang tradisional dan musik alternatif dari berbagai negara. Saya pernah melihat CD musik tradisional angklung dari Jawa Barat di perpustakaan ini. Yang agak mengherangkan, di Australia kaset Video masih berkuasa dan tidak menghilang, meski DVD dan VCD sudah banyak. Tempat video rental yang ada dekat apartemen saya hanya menyediakan Kaset Video (VHS dan Betamax) dan tidak ada DVD maupun VCD. Di Indonesia, kita sudah jarang menemukan kaset Video, yang telah terjajah oleh media Digital…


Kisah Satu Dos Majalah ReadersDigest


1 dos majalah ReadersDigest gratis
Di lemari buku saya di rumah, pada bagian atas, kuisi dengan jejeran majalah Readers Digest (edisi Australia). Jumlahnya mungkin lebih 200 eksemplar, dan ada beberapa edisi bukan dari Australia. Majalah majalah tersebut, sebagian besar adalah pemberian, sebagian lagi saya beli secara berlangganan saat bermukim di Sydney, Australia.

Tentang majalah pemberian itu, begini kisahnya. Setiap hari ahad, di Kingsford Junction, di taman segitiga tidak jauh dari rumah tempat tinggalku, ada pasar "Sunday Market". Barang yang dijual dipasar ini kebanyakan barang bekas, meski ada juga yang baru, mungkin barang yang tidak laku atau cacat produksi. Jadi setiap hari Ahad (Minggu) kami mahasiswa Indonesia dan mahasiswa asing lainnya selalu kesini mencari barang barang murah. Hampir semua kebutuhan mahasiswa dan penduduk setempat ada dijual disini.

Pada suatu hari, bersama teman kost, saya berkunjung ke Sunday Market ini dan melihat banyak majalah Readers Digest dalam satu boks (dos). Saya sudah mengenal majalah ini sejak kuliah S1 di UNHAS dan sering baca di Perpustakaan Unhas waktu itu meski tidak banyak koleksinya. Ukuran majalahnya kecil, tapi isinya sangat informatif. Segmen pembacanya juga umum, Ada topik sehari hari, kesehatan, petualangan, humor, dan lain lain. Tapi yang paling penting sebenarnya waktu itu saya bisa meningkatkan kemampuan membaca (reading skill) saya dengan membaca majalah populer ini.

Majalah ReadersDigest pada bagian paling atas Rak Bukuku

Pada kunjungan pertama itu, saya dan teman hanya melihat lihat saja majalah ini, sambil jongkok membaca beberapa edisi. Penjualnya orang Yunani dari hasil bincang bincang saya. Mungkin karena sering melihat saya membaca majalah itu hampir setiap hari Ahad, suatu hari penjualnya bertanya kepada saya, apakah saya suka majalah majalah itu? Tentu saja saya jawab suka, karena cukup mudah dipahami dan untuk meningkatkan reading skill saya. Sambil terus jongkok membaca, tiba tiba sipenjual mengatakan kepada saya, "..kalau kamu suka semua majalah itu, kamu boleh ambil semua satu boks itu, termasuk yang berserakah dibawah itu". Tentu saja saya gembira menerimanya dan setelah berterimakasih dan dengan bantuan teman, saya membawa satu boks majalah dan teman membawa sisanya. Sejak saat itu saya jarang keluar kamar dan lebih suka dikamar saja membaca majalah Readers Digest yang banyak itu. Teman kuliah juga ada beberapa yang berkunjung kerumahku khusus untuk membaca ReadersDigest..📖📖📖 /

A Story about a box of Readers Digest Magazine. When I was  studying and living Sydney long time ago, my house was located not far from a Sunday Market in Kingsford Junction. Almost every Sunday, my house-mates and I visit this market, which sold many second hand stuff. We can find almost everything in this flea market.


One particular stall got my attention, that was secondhand magazine stall. After having a chit chat with the owner (seller) for a while, I knew that he was a Greek origin. I spent most of my time in this market only to squat in front of this magazine stall, reading my favorite magazine, Readers Digest (Australian Edition). I remember when I was studying English in my undergrad program in Hasanuddin University, this magazine also helped me in improving my English reading skill.
One Sunday morning in this flea market again, as usual my house mate and I browsing around the market and end up squatting reading those magazine again. The seller then asked me if I like those magazine, I can take that box home with other scattered magazine, and of course, I was so happy and after thanking him, my friend helped me bring those magazine back to our house. Since then, some of my classmates at the Uni, visiting me only to read those Readers Digest. (Foto Koleksi Pribadi) #readersdigest

Perkawinan Bugis

Judul:                           Perkawinan Bugis Penulis:                        Susan Bolyard Millar Editor:                          ...

Popular Posts